Agra tidak Melulu tentang Taj Mahal

32

Beberapa hari sebelum keberangkatan saya ke India. Terdengar berita tidak mengenakkan yang membuat nyali ciut untuk berangkat. Badai Pasir menghantam negara bagian Uttar Pradesh dan Rajasthan yang menewaskan 100 orang lebih. Dua negara bagian tersebut termasuk dalam daftar kunjungan saya. Cek dan ricek lagi ternyata badai pasirnya menyerang Agra yang menjadi salah satu tujuan saya. Kota di mana Taj Mahal berada. Dan salah satu gerbang masuk menaranya rusak akibat badai pasir tersebut, duh. Tiket sudah di tangan, eVisa sudah bayar, nggak mau rugi saya tetap berangkat dengan perasaan positif.

Panas dan terik saat saya berada di Akbar’s Tomb di Agra. Meski panas menyengat, tetapi langit tidak biru, cenderung putih. Saya asyik bercumbu dengan timer kamera digital. Tiba-tiba saja langit gelap dan angin kencang. Wuuuuuzzzzz bbrrrrrrr wuuuuuuzzzzzzzzz tanpa sadar mulut saya kemasukan pasir dan mata saya kelilipan. Pohon-pohon di area sekitar bergoyang hebat karena angin. Saya ketakutan dan segera lari ke dalam bangunan untuk berlindung. Agra diserang badai pasir. Saya mulai membayangkan yang tidak-tidak. Dan segala pertanyaan negatif “bagaimana jika?” mulai berkecamuk di angan. Aduuuuuhhh aku masih perjakaaaaaaaaa T____T

Keringat dingin melihat pohon bergoyang hebat, malahan ada yang jalan santai dari gerbang menuju ke makam tanpa takut terhempas badai. Saya tanya ke penjaga apa memang sering badai pasir begini? “Wisbiyasah” jawabnya santai. Mungkin sama seperti di negara sendiri yang sudah terbiasa dengan banjir dan berita-berita bencana alam di berbagai belahan provinsi di Indonesia. Mereka sudah tahan banting menghadapi badai pasir seperti ini. Memang tidak sehebat yang ada di film Mission: Impossible – Ghost Protocol waktu di Dubai, tetapi cukup membuat nyali saya ciut. Sebab ini pertama kalinya mengalami badai pasir. Saya lebih tahan banting kalau cuma menghadapi haters. Beruntung badai pasir segera mereda dan langit kembali cerah. Seperti tidak pernah terjadi sesuatu yang mengerikan, saya kembali bergumul dengan timer kamera.

Pasir berterbangan
Pasca Badai Pasir

Mungkin pembaca familiar dengan sinetron India di ANTV yang bertajuk Jodha-Akbar. Makam yang saya sebut-sebut tadi adalah makam Abu’l-Fath Jalal-ud-din Muhammad Akbar, yang merupakan Sultan Mughal ke-3, yang cerita cintanya akrab di hati pemirsa Indonesia khususnya emak-emak dan mbak-mbak.

Tanpa Model
Dengan Model

Akbar memerintah Kesultanan Mughal selama 49 tahun, pada masa kepemimpinannya Mughal sangat jaya. Wilayah kekuasaannya semakin luas dan kekayaannya menggunung. Mughal hampir menguasai seluruh India dan Pakistan pada masa lampau. Nggak heran jika banyak peninggalan bangunan megah mulai dari kuburan, masjid, benteng, istana, tersebar di berbagai belahan India.

Prince Alid Ababwa

Sebagai sultan besar pada zamannya, tidak heran jika makamnya dibangun sangat megah. Ada dua bangunan utama. Gerbang yang sangat megah dengan empat menara, dan bangunan makamnya sendiri. Warna merah dominan melapisi tembok bangunan. Semakin cantik dengan kaligrafi dan ornamen-ornamen khas Mughal. Masuk ke dalam bangunan makam sungguh sangat kontras keadaannya dengan tampilan luarnya yang rupawan. Hanya sebuah kuburan yang dikijing di ruang gelap. Mati memang seperti itu, busuk di ruangan sempit dan gelap sendirian.

Baby Taj

Selain kuburan yang megah, saya ke I’timād-ud-Daulah atau populer dengan sebutan Baby Taj. Berada di tepi Sungai Yamuna, bangunan ini merupakan makam dari Mirza Ghiyas Beg dan istrinya Asmat Beghum. Beliau adalah mertua dari Sultan ke-4 Mughal yaitu Jahangir, yang juga kakek dari Mumtaz yang dibangunkan Taj Mahal oleh Shah Jahan. Sedangkan Shah Jahan anak dari Jahangir. Wis mbuh mumet dengan garis keturunan mereka, secara sang sultan punya banyak istri dan selir.

Niatnya pengen foto paripurna seperti ini
Berhubung baterai kamera mati, ini pakai iPhone ditaruh tembok yang ada lubangnya, jadi angle-nya nggak sesuai keinginan. Setelah beberapa kali percobaan akhirnya dapat meski aslinya miring parah. Meski nggak bening lumayan lah dari pada lumayun.

Entah kenapa disebut dengan Baby Taj, padahal mirip dengan Taj Mahal saja enggak. Mungkin karena sama-sama dibangun dari marmer putih dan bentuknya mungil. Baterai kamera saya mulai sekarat saat saya tiba di sini. Jadi tidak banyak mengambil foto, beberapa bahkan saya jepret pakai handphone. Cukup singkat kunjungan saya ke makam ini, sebab memang tidak seluas Taj Mahal. Setengah jam saja cukup. Mungkin jika baterai kamera saya masih punya tenaga, saya bisa berlama-lama narsis foto-foto di sini. Saya suka suasananya yang berada di tepi sungai, cocok untuk duduk melamun seseorang sembari menikmati semilir angin di pinggir sungai yang warnanya coklat susu.

Ini juga minta orang buat foto setelah bebarapa kali take “Please make it center, middle, tengaaah woiiii”

Beranjak sore saya ke Mehtab Bagh. Banyak orang merekomendasikan taman ini untuk menikmati matahari terbenam dengan view Taj Mahal di seberang sungai. Tamannya tidak menarik, sumpah seperti masuk ladang tetangga dengan tumbuhan yang tidak subur. Istilahnya mati segan, hidup pun tak mau. Namun benar, pemandangan saat matahari tenggelam sungguh sangat magical dengan latar Taj Mahal.

Taj Mahal dari Mehtab Bagh

Beberapa tahun lalu bahkan pengunjung bisa merangsek sampai pinggir sungai untuk foto-foto refleksi pendaran warna jingga matahari, sekarang sudah dikawat duri. Saya hanya puas memotret menggunakan handphone karena baterai kamera saya sudah benar-benar mati. Begitu sunset handphone saya ikutan meninggal. Wasyeeeeeeeeeem.

Salah satu bangunan di Agra Fort

Selain beberapa tempat di atas, masih ada Agra Fort yang berada di pusat kota dan dekat dengan stasiun kereta api dengan nama yang sama. Jaraknya 2.5 km dari Taj Mahal. Bangunan bersejarah ini dulunya pusat Kesultanan Mughal sebelum akhirnya dipindah ke Delhi. Dinasti Maratha adalah yang terakhir menduduki Agra Fort sebelum akhirnya dikuasai oleh Kerajaan Inggris.

Salah satu bangunan di Agra Fort

Untuk berkeliling Agra Fort siapkan stamina ekstra saking luasnya kompleks bangunan di dalam tembok. Total luas 38 hektar yang isinya ada istana, tempat pertemuan, kamar, masjid, dan lain sebagainya. Meski luas luar biasa, tetapi tempat ini tidak sepi dari pengunjung. Saya sendiri sampai susah berfoto dengan timer, takut kamera saya ditendang orang. Selain Agra Fort, masih ada Jama Masjid yang lokasinya berdekatan. Tetapi saya lewatkan karena badan udah remuk kebanyakan jalan kaki dan kepanasan.

Taj Mahal di Agra memang satu-satunya magnet pengunjung. Tempat lain seperti kalah pamor untuk dikunjungi. Terbukti tidak banyak turis asing yang saya lihat di lokasi-lokasi di atas. Tetapi, mumpung di Agra tidak ada salahnya mampir ke tempat wisata lain yang tidak kalah menarik dari Taj Mahal.

Sedihnya tiket masuk ke tempat wisata di India benar-benar menguras dompet bagi wisatawan asing. Harganya digetok sampai 300 persen dari warga lokal. Hitung saja tiket masuk Agra Fort 650 Rupee, Akbar’s Tomb 310 Rupee, Baby Taj 310 Rupee, Mehtab Bagh 300. Total 1570 Rupee atau sekitar 318.000 Rupiah.

Enak ya pacaran, botol saja jomblo kok, masak kamu berpasangan

Belum lagi ongkos bajaj dari satu lokasi ke lokasi lain. Paling gampang memang install Ola, semacam Gojeknya India. Tetapi saya tidak ada nomor lokal jadi tidak bisa daftar dan internetan selama di India. Mau tidak mau setiap kali harus otot-ototan tawar menawar tarif bajaj. India memang negara tujuan wisata murah meriah, yang bikin kantong jebol adalah tiket masuknya.

Happy Traveling

32 KOMENTAR

  1. Hehe iya Mehtab Bagh itu lebih cocok disebut ladang. Alih-alih bunga, yang ada malah pohon buah apaaa gitu aku lupa. Dulu pas ke sana masih banyak polisi berjaga pake senjata gitu. Masih gak sih? ngalah-ngalahin penjagaan di Taj Mahal rasanya haha.

    • Mana di Mehtab Bagh gak disediakan tempat untuk duduk yang nyaman. Ala kadarnya duduk di reruntuhan batu bata bekas tembok. Ah sampai ada tentara ya? Aku nggak lihat πŸ˜€

  2. Selalu suka foto-fotonya mas Alid, dan tentu ceritanya hehehe~ buat saya sendiri India itu sebenarnya murah meriah, especially makanannya, tapi sebelas dua belas sih sama Bali, harga tempat wisatanya memang lumayan mahal. However cukup worth it karena memang bagus semua πŸ˜€

  3. Baby Taj itu memang asyik buat menyepi setelah macet-macetan di Agra. Tapi pas lagi duduk-duduk melamun di tepi Sungai Yamuna, aku hampir dipalak petugas. Pengen tak pisuhi ala Jawa Timuran.

  4. Tahun depan kalo ada duit mau ke Leh dan Ladakh, jadi pengen mampir ke Agra. Btw itu badai pasir bawa berkah juga ya. Jadi sepi kayaknya atau orang sana males plesir ke Makam

  5. seperti apalah yaaa rasanya badai pasir itu :o. ga kebayang mata mulut kemasukan pasir. kalo baw anak2 pas sedang badai gitu, serem juga aku :O..

    btw, akupun sbnrnya ga terlalu pgn liat taj kalo ke india nanti. kalo sempet ya syukur… tp ga mau dijadiin wisata utamanya :p. mungkin krn aku tipe yg ga terlalu suka liat bangunan2 landmark gini kalo traveling. kecualiiiii kalo bangunan itu ada cerita sejarah kelamnya :D.

  6. OMG 38 hektar tuh emang beneran butuh tenaga ekstra mas. Hahhaha. Aku belum pernah ke Agra. Pengen sih suatu saat nanti tapi entah kapan πŸ™‚

    Lucu juga namanya Baby Taj πŸ˜€

Tinggalkan Balasan ke aji sukma Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here