Bermain Sambil Belajar di Perkebunan Teh Tambi

48

Ada yang beda dengan kunjungan saya ke Wonosobo kemarin, biasanya saya ke Dieng dengan tujuan Telaga Warna, Kawah Sikidang, Candi Arjuna, Dieng Plateau Theatre, Gunung Sikunir. Tapi kemarin kita rombongan travel blogger diundang sama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah untuk melakukan kunjungan industri ke dua pabrik di kawasan Wonosobo.

tambi-famtrip-jateng

Ehem ehem yang pakai kaos kuning paling kece sendiri (source: discoveryourindonesia)

Yang pertama kunjungan ke perkebunan dan pabrik teh di Desa Tambi. Malam sebelumnya kami menginap di Pondok Wisata Tambi yang lokasinya jadi satu dengan kawasan perkebunan dan pabrik teh milik PT. Perkebunan Tambi. Jadilah begitu selesai sarapan kita semua diajak berkeliling ke kebun teh yang jaraknya selemparan batu dari tempat kami menginap.

image

Perkebunan Teh Tambi

Suhu udara sedikit demi sedikit mulai menghangat setelah semalaman diguyur hujan lebat, maklum wilayah Tambi masih termasuk pegunungan jadi suhu dingin tidak bisa dihindari. Karena perut sudah kenyang dan suhu udara mulai bersahabat kita semua bersemangat untuk keliling perkebunan teh dan menari-nari ala film Bollywood =))

image
Ah Shah Rukh Khan dan Kajol

Melalui corong megaphone suara merdu nyanyian sang guide mulai berkumandang menjelaskan setiap proses teh dari mulai dipetik sampai dikemas.

Perkebunan teh Tambi lokasinya 16 kilometer utara Kota Wonosobo dengan luas kurang lebih 1,89 hektar pada ketinggian 1400 mdpl, dengan ketinggian tersebut suhu udara rata-rata 16-28 derajat celcius. Suhu udara yang sejuk seperti itu sangat cocok untuk pertumbuhan pohon teh.
image

Terdapat 12 jenis teh hasil persilangan antara jenis teh Sinensi yang berasal dari Cina, Asamika dari India, dan Kiara dari Indonesia sendiri. Rata-rata pohon teh di Tambi sudah berumur puluhan tahun dan setiap 4 tahun sekali cabang-cabangnya dipangkas bersih untuk merangsang pertumbuhan cabang baru. Duh makin pinter deh saya ^__^

Model pemetikan di perkebunan teh Tambi dilakukan dengan tiga cara yaitu manual dipetik dengan tangan, semi mekanis yang pemetiknya menggunakan semacam gunting, dan full mekanis yang dilakukan sepenuhnya oleh mesin. Kami menjumpai ibu-ibu pemetik teh yang menggunakan teknik semi mekanis dengan gunting.
image

Katanya setiap pemetik dilatih selama hampir 6 bulan hanya untuk menjadi pemetik teh, karena seorang pemetik teh membutuhkan teknik dan pengetahuan khusus sehingga tidak asal memetik pucuk teh. Para ibu-ibu pemetik tersebut sehari bisa memetik daun teh sekitar 70-100 kilogram perhari. Ngebayanginnya saja sudah capek.

Setelah dari kebun kami diajak ke pabrik pengolahan daun teh untuk menyaksikan proses pengolahan dari mulai awal sampai akhir. Proses pertama adalah Proses Pelayuan daun teh untuk mengurangi kadar air, kemudian Proses Penggulungan untuk membentuk partikel teh. Berlanjut ke Proses Fermentasi untuk merubah aroma, rasa, warna, serta mengoptimalkan enzim yang terkandung pada teh. Selanjutnya adalah Proses Pengeringan dengan memanaskan daun teh hasil fermentasi dengan suhu 950-1000 derajat celcius. Terakhir adalah Proses Sterilisasi untuk memisahkan jenis teh berdasarkan kandungan serat. Ya ampun saya hapal, pinter ya saya, enggak saya nyontek catatan Kak Firsta hahaha.

image

image

Setelah touring keliling perkebunan teh serta pabriknya saya jadi tahu cara memperlakukan teh dengan baik dan benar, ternyata semua bertolak belakang dengan apa yang saya lakukan selama ini. Contohnya, saya biasanya menyeduh teh celup dan membiarkan kantongnya di dalam gelas sampai merah kehitaman, itu ternyata tidak boleh. Seharusnya menyeduh teh celup cukup 2-3 menit, karena kandungan kimia dalam kantong teh celup akan larut ke dalam air seduhan dan berbahaya bagi tubuh kalau terminum.

Ada lagi neh, bahwa daun teh itu mengandung senyawa anti nutrisi, jadi kalau minum obat-obatan jangan dengan teh. Obat yang seharusnya diserap oleh tubuh akan sukar diserap jika diminum bersamaan dengan teh. Hiks saya biasanya minum obat dengan teh hangat.

Kemudian semakin teh tersebut berwarna merah kehitaman berarti itu teh dengan kualitas jelek, yang bagus itu justru bening dengan sedikit warna. Saya pikir semakin pekat gelap semakin bagus. Satu lagi, jangan sering-sering minum teh dengan es batu, karena bisa memicu batu ginjal karena teh dengan es batu mengandung senyawa oksalat dengan konsentrasi tinggi. Yaowoh Alid jadi pintar.

Yang mengecewakan adalah melihat kemasan atau packaging teh hasil produksi Pabrik Teh Tambi. Berkesan seadanya dengan kualitas desain dan cetakan yang sangat asal-asalan. Begitu mengetahui harga paling mahal di situ hanya 6 ribu saja saya semakin mengelus dada, duh.

image

Kan biasa saja packagingnya

Saya pernah jalan-jalan ke Darjeeling di India sana yang juga merupakan daerah penghasil teh terbesar di dunia. Waktu itu saya sempatkan mampir ke tempat oleh-oleh yang banyak menjual teh hasil produksi Darjeeling sendiri dan juga hasil dari daerah lain di India. Kemasannya banyak yang unik-unik, elegan, premium, eksklusif, ah istimewa pokoknya. Ada yang dari karton biasa dengan desain yang menarik, kotak alumunium, kotak kayu, dan lain-lain. Dan saya cari harga paling murah untuk oleh-oleh itu sekitar 150 ribu rupiah. Gleeekkk, njomplang sekali perbedaannya T__T ayo yang jago desain bantu dong biar produk kita makin greget!!!

Travel-Blogger-FamTripJateng-di-Teh-Tambi-Wonosobo

Source: fahmianhar

Untuk kunjungan pabrik yang kedua tunggu postingan selanjutnya, happy traveling!!!

Baca juga postingan lain tentang #FamTripJateng

48 KOMENTAR

  1. gw jadi pengin tau gimana ya metik teh make mesi
    secara itu tehnya aja tumbuhnya mepet-mepet..

    dan gw baru tau kalo nyelupin teh itu cukup 2-3 menit aja ya
    biasanya dicelupin sampe teh entek wkwkwk

    • Eh ada selanya kok wlo mepet-mepet, buktinya gue bisa narsis di tengah kebun teh hehee…

      Gue aja jg baru tahu klo gak boleh lama2 nyelup haha, emak gue malah bolak balik dicelup haha

  2. Ngakak pas gambar Kajol muncul… Itu Firsta kok malah mirip Kajol yang teraniaya dipadake jaran hahahhaa…
    Btw kardus teh e nggak mbok gowo mulih to, Lid? LOL

  3. Tumben postinganmu koyok wikipedia, aku dadi curiga iki googling disik huahahaha…

    Iyo bentul kuwi masalah design kurang sip. Asline para designer grafis kudu mengadakan charity mengunjungi pabrik apalah yg asli Indonesia, lalu membani designnya supaya lebih bisa diterima masyarakat modern. Dan gerakan ini GRATISAN gitu.

    Kayak aku khan sering ya ngasih header blog gratis ke temen yg aku nyaman tapi dia gak bisa ndisain sementara isi blognya bagus..

  4. Assalamualaikum mas Alid, nuwun sewu mampir hehehehe.

    Artikel ini detail sekali. Cuma yg saya tanyakan benarkah kemasannya apa adanya gitu ya Mas? Wah, kalah sama India gitu. Minta bantu desainin sm Mas Dzofar aja atau Mas Wijna. Eh mas Yofangga juga pinter tuh desain, anak Teknik 😀

  5. Itu hasil perkebunan Tambi dijual biasanya ke mana, ya? Sepertinya saya jarang melihat bungkus-bungkus teh seperti itu di supermarket-supermarket ibukota.
    Mulai sekarang saya akan mengurangi minum es teh manis. Terima kasih infonya, Mas :hehe. *jejeritan takut batu ginjal*

  6. Saya kalau nyeduh teh pas warnanya udah merah langsung saya angkat… dan gak pernah make es… saya juga gak pernah minum obat pakai teh… hehehe.. 😀
    Ternayata banyak yang saya pelajari dari postingan ini…

  7. seru banget foto-fotonya, lepas tahun baru kemarin saya ke kebun teh tambi, tapi hujan terus hampir sepanjang hari… sekarang mungkin udah reda… pengen kesana lagi…

  8. Belum pernah ke Tambi dan sudah bosan dengan suasana kebun teh di Puncak Bogor. Kayaknya harus kesini deh. Minimal backgroundnya gak villa-villa heheheh. Daon teh-nya masih sama hijau khan? *pucuk…pucuk…pucukkk. #laluiklan

Tinggalkan Balasan ke Alid Abdul Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here