Gagal Bertemu Pawitra

58

Wahai Pawitra, di lubuk hati yang terdalam abang sebenarnya rindu, tapi ketika raga ini sudah di hadapanmu abang tidak berani melangkah lebih jauh lagi untuk menemuimu. Sedih hati abang melihat kau dijamah banyak orang

Sabtu, 19 September 2015, saya memaksa ikut kawan saya Bayu untuk naik Gunung Penanggungan alias Gunung Pawitra yang berarti “kabut”. Karena weekend tersebut saya belum ada rencana kabur sama sekali, jadi begitu dengar dia mau nanjak saya langsung memaksa dia ngajak saya agaga.

wpid-gunung-penanggungan-alid-6.jpg.jpeg

Sudah kayak pendaki gunung beneran nggak?

Namanya juga dadakan jadi persiapan juga ala kadarnya. Bukan saya meremehkan alam tapi memang saya pernah nanjak ke Penanggungan sebelumnya. Sehingga tahu medan dan berani naik tanpa persiapan sesempurna mungkin. Yang penting persiapan dasar seperti logistik, ransel, jaket, sandal gunung, itu saja sudah cukup. Tidak lupa ganteng serta keperkasaan juga penting agagaga. Tenda numpang, sleeping bag dan matras pun saya tidak sempat cari pinjaman, ah itu saya masih bisa ndusel cari kehangatan agagaga. Intinya saya masih tetap meremehkan alam huft.

Karena dadakan pula saya tidak kenal teman mendaki yang lain. Dalam pikiran saya yang penting berangkat dulu, kenalan bisa nanti. Siapa sangka dapat teman jalan cewek yang badannya super jumbo. Dalam hati hanya menggumam “apa kuat sampai puncak?”

Pikiran negatif dan sok menghakimi orang lain saya buang jauh-jauh. Siapa tahu dia memang sering mendaki dan sudah terbiasa nanjak dengan tubuhnya yang tambun kuadrat maksimal.

wpid-gunung-penanggungan-alid.jpg.jpeg

Di atas Puncak Bayangan Penanggungan pemandangannya begini kalau malam

Penanggungan sekarang sudah berbenah, parkiran di pos pendakian lebih luas dan tertata. Toilet umum juga lumayan banyak. Sekarang sebelum naik pun kita di-briefing dulu sama petugas, dijelaskan apa yang boleh apa yang nggak boleh. Kalau dulu setelah daftar langsung nanjak saja tanpa arahan dari petugas. Pos-pos peristirahatan pun sekarang ada 4 dengan bangunan gazebo sederhana. Bahkan di pos 2 ada pedagang makanan kecil dan gorengan. Kalau pagi malah ada yang jual es tebu agagaga.

Jam 20:30 kami memulai pendakian dari pos Tamiajeng, rencananya sampai Puncak Bayangan pukul 22:30 karena normal pendakian memang membutuhkan 2 jam untuk sampai Puncak Bayangan. Tapi rencana tinggal rencana, kami terlalu banyak beristirahat, terlalu banyak menunggu teman jalan kami yang tambun. Di pos 3 dan pos 4 saya malahan tertidur pulas karena lamanya menunggu.

Naik gunung itu memang nggak boleh egois, harus memperhatikan kondisi teman yang lain. Jangan sampai ninggal temen dan terpisah dari grup. Itulah indahnya kebersamaan dan kekeluargaan dalam pendakian. TAPI, kamu juga jangan egois, jika kamu merasa nggak kuat naik gunung dan tahu sekali kondisi tubuhmu jangan sekali-kali nekat nanjak. Kasihan teman jalan kamu yang kelelahan menunggumu. Huff! Walhasil kami sampai Puncak Bayangan jam 3,5 jam kemudian.

wpid-gunung-penanggungan-alid-3.jpg.jpeg

Ini bukan pasar tenda yak agagaga

Gunung sekarang kayak mall, ramainya minta ampun. Jalur pendakian jadi riuh ramai sesak, halah lebay. Tapi sumpah beneran, beberapa puluh meter menjelang Puncak Bayangan saya banyak berhenti karena terhalang para pendaki di depan yang sama-sama terjebak. Antrian mengular di jalur trekking dengan kemiringan 45 derajat dan itu jam 23.30. Disiksa lagi debu halus setebal 2 ruas jari berterbangan kemana-mana. Mata rasanya pedih dan hidung terasa sesak. Saya yang pakai masker saja masih engap begini, apalagi saya lihat banyak yang tidak pakai masker. Menumpuknya debu di Penanggungan memang akibat dari musim kemarau yang berkepankanjangan. Tidak hanya di Penanggungan, sekarang ini kalau siang udara panas dan angin yang membawa debu menerjang setiap daerah di Jawa Timur. Pelan tapi pasti tapi akhirnya kami semua sampai juga di Puncak Bayangan.

wpid-gunung-penanggungan-alid-2.jpg.jpeg

Selamat pagi alam semesta

Penderitaan belum berakhir, bayangan kami begitu naik akan bisa segera mendirikan tenda dan tidur untuk istirahat. Nyatanya semua lahan sudah dikavling oleh macam-macam tenda berbagai warna, ukuran, dan merk. Berasa pasar tenda hiks. Jadilah kami yang sudah kelelahan dan ngantuk tetapi masih disibukkan dengan pencarian lahan kosong untuk mendirikan istana. Duh nasib! Tanah miring dan gronjal-gronjal (bergelombang) di pojokan pun akhirnya kami tempati daripada kedinginan di luar.

Niatnya sih ingin segera tidur supaya bisa bangun jam 3 pagi untuk melanjutkan pendakian ke Puncak Purwita, meskipun kami tidur sekitar pukul 1 pagi. Saya dan teman-teman akhirnya memutuskan tidur tanpa ada keinginan lagi untuk melanjutkan pendakian. Melihat tenda yang segitu banyak nggak bisa membayangkan bagaimana antrinya pendakian ke puncak nanti. Apalagi medan dari Puncak Bayangan ke Puncak Purwita lebih sulit lagi. Iya saya menyerah untuk tidak menemui Purwita sang pujaan hati.

Kalau sudah begini alam yang menangis. Alam yang menjadi korban akibat ulah manusia demi bisa eksis berfoto di tempat yang ciamik. Foto yang ciamik tersebut diupload ke dunia maya dan mengundang siapa saja yang melihat foto tersebut. Kita tidak bisa membendung mass tourism yang semakin hari semakin parah, manusia saat ini berbondong-bondong memenuhi tempat wisata.

wpid-gunung-penanggungan-alid-5.jpg.jpeg

Si ganteng lewat

Iya saya juga bertanggung jawab telah merusak alam karena telah menulis, memfoto, dan membagikan cerita perjalanan ke pembaca yang menggugah mereka untuk berangkat berwisata ke tempat yang sama. Yang bisa saya lakukan hanyalah tidak membuang sampah sembarangan di manapun saya berada. Iya itu tidak cukup memang. Indonesia memang darurat plesir kalau kata simbok di sini.

Keep clean, travel safe, Wonderful Indonesia!

58 KOMENTAR

  1. ramenyaaaa manusiaaaaaa….

    until now.. I haven’t climb any mountain in Indonesia that is full of people… semuanya sepi orang.. Mahameru juga SEPI ORANG> wahhh.. asikkkk… mungkin kerna bukan weekend. hehehe..

  2. Iya ya, secara gak langsung turut bertanggung jawab kalo ada yang baca tulisan di blog trus datang ke sana eeh berbuat seenaknya :p

    Cuma positif aja, semoga jumlah orang yang begitu makin hari makin punah #eh

  3. Cakep viewnya pas malam, Baru denger nama Gunung Pawitra btw lokasinya dimana ya? Kalo udah rame gini gunung yang mengkhawatirkan adalah kelestarian alamnya apakah tetap terjaga, diharapkan para pendaki tidak nyampah di gunung.

  4. hihiii kereeeeenn, bikin iri nih mas, itu pasar tendanya ga kurang banyak ya hehehe
    Duh asiknya punya jiwa serang traveling.. naik turung gunung kya ninja hatorii hehe seruuuuuu duhh

  5. Udah jadi gunung wisata ya. Kayak Papandayan sama Prau. Mungkin karena gunungnya nggak terlalu tinggi. Kalau yang macem Cikuray sih, masih jarang wkwkwk.

    Suka banget sama foto tenda berlatarkan gunung itu. Birunya magis!

  6. rame benerrr …kalau rame begini .. nanti pengusaha property masuk dan ngapling2 … ha ha ..
    sayangnya kesadaran kita kebanyakan sangat rendah ya … mengaku pecinta alam … tapi membuat kerusakan dan meyampah .. ck ck ck

  7. Wow, rame pol. Aku malah seneng nek rame ngono sih. Aku khan extrovert hahaha..

    Tapi aku egois sih wonge. Munggah gunung jarene gak oleh egois. Peh aku kudu piye ya? Hahaha..

    Ndekem ae ndik kamar ndop!

Tinggalkan Balasan ke Kang Rudi Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here