Jalan-Jalan Seru di Bumi Sriwijaya

58

Kalau ditanya di Palembang ada apa? Seketika tanpa berpikir panjang mulut akan nyeletuk “Jembatan Ampera” dan “Pempek”. Palembang memang tidak bisa dipisahkan dari Jembatan Ampera dan Pempek, nggak bisa bayangin seandainya mereka dipisahkan. Kalau aku dipisahkan darimu pasti menderita, tanpamu dunia serasa hampa dan kalau kita dipisahkan aku pasti rindu setengah mati #halah

Ngomongin Pempeknya nanti saja ya di postingan berikutnya, itupun kalau saya ndak malas. Kali ini khusus ngomongin wisata di Palembang saja. Jadi apa yang menarik dikunjungi di Palembang?

Jembatan Ampera

Seperti yang saya bilang di paragraf pertama, bahwasanya Jembatan Ampera adalah jembatan paling ikonik di Palembang. Ke Palembang tanpa mengunjungi jembatan tersebut rasanya kurang afdol. Emangnya jembatan tersebut tempat wisata gitu? Bukaaaannn, yah setidaknya buat foto-foto gituloh. Saya saja sampai 3 kali sengaja datang untuk foto-foto. Malam hari, siang hari, dan sore hari. Bahkan saya sengaja jalan kaki menyebrang di atas jembatan hehe. Tapi melintas naik kendaraan di atas jembatannya sih berkali-kali.

Hanya jembatan pada umumnya, bentuk jembatannya juga tidak ada yang istimewa, tapi mungkin zaman dahulu arsitektur begitu sudah megah sekali. Sejarah di balik pembangunan jembatan tersebut yang membuat istimewa. Jembatan tersebut dulu satu-satunya jembatan yang menghubungkan Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi. Bahkan ketika penjajahan Belanda berakhir dan mereka minggat dari Indonesia, mereka tidak sudi membangun jembatan untuk rakyat Palembang. Entah kenapa.

Jembatan Ampera di foto di atas atap Monpera

Ketika peresmian tahun 1965 nama Jembatan tersebut Jembatan Bung Karno namun ketika pergolakan politik tahun 1966 namanya diubah jadi Jembatan Ampera alias Amanat Penderitaan Rakyat. Dahulu juga jembatan ini bisa buka tutup untuk kapal yang melintas di bawah tapi ditutup sejak tahun 1970.

Pulau Kemaro

Di tengah Sungai Musi terdapat sebuah pulau kecil yang jaraknya sekitar 6 km dari Jembatan Ampera. Yang membuat pulau tersebut terkenal adalah keunikannya karena terdapat klenteng kecil dan pagoda. Sayangnya akses ke sana terbatas dan hanya bisa dicapai dengan menyewa ojek perahu di dermaga dekat Pasar Ilir 26 atau di bawah Ampera. Karena terbatas itulah harga sewa perahu begitu mahal, waktu itu rombongan saya harus bayar 200 ribu untuk pulang pergi ke sana. Padahal dari dermaga di bawah Ampera hanya 15 menit perjalanan. Tebakan saya orang Palembang pun mungkin hanya pergi ke Pulau Kemaro sekali seumur hidup karena mahalnya transportasi. Sotoy banget sih guweh hahaha.

Museum-Museum

Bagi yang jiwanya tidak bisa move on dari kehidupan alias pecinta sejarah. Di Palembang ada 4 museum yang menurut saya wajib dikunjungi. Hebatnya, tiket masuk museum-museum di Palembang murah meriah tapi kemasannya tidak seadanya.

Monpera atau Monumen Perjuangan Rakyat lokasinya tepat di samping Masjid Agung Palembang. Dibangun atas dasar untuk memperingati para pahlawan yang bertempur melawan Belanda selama 5 hari 5 malam pada tahun 1947 yang menghancurkan sebagian kota Palembang. Bangunannya unik dan berlantai 8, namun lantai 7 dan 8 tidak bisa diakses tapi bisa langsung menuju ke atap bangunan museum. Dan dari atas bisa melihat sebagian Kota Palembang dari ketinggian.

Di museum ini saya mendadak nasionalis karena melihat barang yang dipamerkan. Mulai dari seragam perang, senjata, dan foto-foto perjuangan. Hati saya membara dan bergejolak mengikuti setiap cerita perjuangan yang disajikan. Mereka begitu gagah dan rela mati demi negara tapi kenapa saya menyerah memperjuangkan cinta #halah

Foto Pahlawan di Monpera

Di dekat Monpera ada Museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang menampilkan koleksi barang-barang peninggalan Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang. Museumnya sendiri menempati Benteng Koto Lama (mungkin artinya Benteng Kota Lama) yang pernah dibakar oleh Belanda pada tahun 1823.

Kalau ingin tahu lebih lengkap lagi sejarah Kerajaan Sriwijaya bisa ke Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, sekitar 7 km dari pusat kota. Menurut arkeolog bahwa lokasi situs ini adalah pusat Kerajaan Sriwijaya di masa lalu. Karena banyak ditemukannya benda-benda purbakala atau artefak yang menggambarkan keseharian aktivitas manusia seperti; tembikar, keramik, manik-manik, batu bata, sisa perahu, dan lain-lain.


Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang pernah berdiri pulau Sumatra pada abad ke-7 hingga abad 10. Kekuasaanya sampai ke Semenanjung Malaya, Kamboja, Thailand, dan Jawa. Dari Bahasa Sansekerta, Sri berarti “bercahaya” atau “gemilang”, dan Wijaya atau Vijaya berarti “kemenangan” atau “kejayaan”. Siapa yang nggak tahu Kerajaan Sriwijaya? Anak SD kelas 5 saja tahu kok. Masih segar diingatan waktu kelas 5 SD saya pernah diajari tentang kerajaan Sriwijaya. Dan diyakini bahwa Kerajaan Sriwijaya dulunya berada di Palembang.

Selain itu ditemukan jaringan kanal, parit dan kolam yang tersusun rapi serta teratur sehingga diyakini bahwa kawasan ini adalah pusat peradaban manusia di masa lampau. Sudah ngantuk baca catatan sejarah? Eits masih ada 1 museum lagi ahahaha.

Agak sedikit jauh dari pusat kota ada Museum Balaputra Dewa. Katanya sih museum terbesar dan terlengkap di Palembang. Tapi rasanya setelah dari dua museum di atas koleksinya sama saja. Tapi ada yang unik karena ada satu ruangan yang menjelaskan Kerajaan Melaka negera tetangga.

Museum Balaputra Dewa

Yang paling saya sesalkan adalah ketika keluar dari museum saya dapat informasi bahwa bangunan Rumah Limas ada di belakang museum. Dan saya tidak lihat rumah adat tersebut hiks. Padahal mau saya foto dengan duit kertas 10 ribu yang katanya model gambarnya dari rumah di museum ini. Uughh kesel!

Kalau mau tahu seluk beluk songket bisa datang ke Museum Songket Zainal yang searah dengan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Dari awal saya yakin itu hanya sebuah toko kain songket tapi ada dikemas menarik ada museumnya.

Daripada mati penasaran saya beranikan masuk walau yakin seyakin-yakinnya saya nggak akan disambut dengan baik karena saya nggak bakalan beli kain tenun yang harganya jutaan hingga puluhan juta rupiah tersebut.

Tukang Tenun Kain Songket

Dasar saya nakal saya langsung nyelonong masuk dan petugas jaga langsung menghampiri saya. Setelah mengisi buku tamu saya ditemani melihat-lihat koleksi tenun songket. Nggak ada pembicaraan dan saya mencoba bertanya pun dijawab seadanya “wah nggak tahu mas”.

Sesudah itu saya minta diantar melihat proses pembuatan songket di belakang. Dengan ogah petugas mengajak saya. Tidak sampai 20 menit saya pergi dari tempat tersebut karena kasihan melihat petugas yang canggung menemani saya bhuahahaha.

Yah siapapun juga nggak bakal tertarik melayani saya yang kucel dan dekil tapi ganteng begini #ngok

Al Quran Raksasa

Yuk pindah tempat wisata! Ke tempat yang lebih religius yuk! Biar disangka saya alim gitu, aslinya sih memang alim kok, yasudah kalau nggak percaya, jangan percaya saya nanti musyrik. Jadi ceritanya saya berkunjung ke Pondok Pesantren Al Ihsaniyah di Gandus, sekitar 30 menit kalau dari puast Kota Palembang. Saya bukannya mau ikutan pesantren kilat tapi saya mau melihat Al Quran Raksasa yang katanya terbesar di Indonesia bahkan dunia.


Saya pikir Al Qurannya terbuat dari kertas yang sangat besar, ternyata diukir di lembaran kayu Tembesu. Menghabiskan kurang lebih 40 meter kubik kayu dengan biaya 2 milliar. Duh dek itu duit semua?

Lembaran atau lebih tepatnya lempengan berisi ukiran ayat-ayat suci tersebut ditata sedemikian rupa hingga 3 lantai. Itupun belum sepenuhnya lengkap 30 juz karena tempat tidak mencukupi. Saat ini sedang dibangun tempat lagi untuk pemasangan lempengan yang masih tersimpan. Beberapa lempengan kayu yang berada di lantai atas mulai rusak karena terkena panas dan hujan. Duh sayang sekali!

WOW BANGET

1 lempengan kayu berukuran 177 x 140 x 2,5 cm. Diukir bolak-balik dengan aksen  dan gaya khas Sumatra Selatan di setiap sisinya. Butuh hingga 7 tahun untuk menyelesaikan semua pekerjaan tersebut. Saya akui memang itu sebuah maha karya luar biasa seorang manusia. Tapi duit segitu banyak kenapa nggak dipakai untuk hal yang bermanfaat seperti bangun sekolah misalnya hehehe.

Hutan Wisata Punti Kayu

Terakhir saya ke Punti Kayu, sebuah hutan pinus di tengah kota yang ditanam oleh pemerintah Belanda tahun 1932. Tempatnya sih fotogenik banget dan instagramable gitu, cocok buat hunting foto dan pacaran. Sayangnya waktu saya ke sana sepi pengunjung, maklum saja bukan hari minggu. Jadi nggak ada obyek yang bisa saya potret kecuali pohon-pohon saja.

Palembang memang warbiyasak, tiga hari dua malam di negeri Sriwijaya membuat saya meleleh jatuh cinta. Iya beneran meleleh karena Palembang fanas syekali!

Travel safe and Wonderful Indonesia!

58 KOMENTAR

  1. 3 hari 2 malam memang pas buat jalan-jalan di Palembang. lebih dari itu ? banyak teman yang bilang bosan. hahahahaha.. Untungnya saya orang palembang, jadi selalu rindu untuk pulang :))

  2. Yang punya Galeri Al-Quran itu kan udah bangun sekolah tepatnya pesantren Lid 🙂 pesantrennya ada di seberang jalan galeri dan menampung anak-anak gak mampu dan gak dikenakan biaya sedikitpun.

    Gakpapalah bikin sesuatu yang mahal dan megah, sesekali pamer hahaha.

    Itu museum songket Zainal emang yaaa begitulah :p kamu belum mandi di sungai Musi sih jadi gak disambut baik eaaaa

  3. Kota kenangan.
    Saya dinas di Palembang selama 6 tahun
    Salah satu Panglimanya adalah Pak SBY
    Salam hangat dari Sumberagung

  4. Baaaaahhhh! Aku baru tau kalau ke Pulau Kemaro bisa naik lewat dermaga di bawah jembatan! Dulu waktu nongkrong di pinggir sungai itu ditawarin 200ribu juga untuk PP ke Pulau Kemaro. :'(

  5. Uakehhh juga ya obyek wisatane Palembang. Keliling museum tok ae iso sedino dewe bagi empunya jiwa yang susah move on! Btw Pulau Kemaro itu kalo musim penghujan ganti nama nggak, Lid? Hahaha

  6. Hahaha, kalo cuma sedeket itu, terus tarifnya 200 ribu mah emang mahal. Tapi biasanya emang gitu, Bang. Orang yang tinggal di deket-deketi situ juga males ke tempat itu. Ya, karena deket. Kapan aja mereka bisa ke sana. Beda sama wisatawan yang emang lagi liburan. Hehehe. Gue sotoy juga.

    Asli, baru tahu soal jembatan yang dulunya bisa buka tutup. XD
    Ah, bikin pengin ini maaahhhhhh.

    • Dasar sotoy ayam hahaha, emang sih orang lokal kadang begitu, aku ke Semarang aja sama temen di sana dia ngaku kalau baru masuk klenteng yang paling ngehits di sana.

      Kalau jembatan mah gampang buka tutup, tapi kalau hati mah susah *halah*

  7. posemu ndangak kui sangar Lid HAHAHHA..

    Btw, Al Quran segede itu dipajang, aduh ngko nek diwoco syetan piye? Jarene guru ngajiku mbiyen hahaha

    Nah nek wisata iki aku gelem lah mengunjungi. Daripada wisata Penang sing gak enek apik2e blas kae hahahaha…

  8. wah ini kota kelahiran saya masbro, wong kito lah 😀
    wah kalau pulkam makan pempek & semua jajanannya, trus main main sekitar Ampera & Musi, anyway setelah perhelatan PON, Palembang jadi lebih bagus dan makin bersolek yah, keren deh jalan-jalan ke museum-nya, trus ke hutan Kunti yah..
    ditunggu oleh-olehnya #eh 😀

  9. Kalo transportasi para traveler disana apa yak? Yg ga ada kenalan sama sekali? Jalan kaki? Naek angkot, sewa mobil? Yg lebih efisien apa?

Tinggalkan Balasan ke N. Firmansyah (@nfirmansyah_) Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here