Mati Gaya di Vientiane

36

Biasanya begitu sampai tempat tujuan saya langsung hajar keliling ke tempat-tempat wisata tapi di ibukota Laos di Vientiane saya benar-benar mati gaya harus ngapain. Saya bukan penganut slow traveler yang jalannya santai dan tidak buru-buru, yang alon-alon asal kelakon. Saya lebih suka touch and go, datang dan pergi setelah acara narsis-narsisan. Karena saya tipe traveler yang rakus tempat tujuan jadi dalam waktu singkat saya harus mengunjungi banyak tempat, nggak mau rugi gitu ceritanya.

Terminal Talat Sao

Di Vientiane tidak berlaku, di sana kotanya terlalu pelan suasananya, bahkan kota yang menyandang sebagai ibukota suatu negara masih lebih ramai daripada Jombang kota kelahiran saya. Banyak yang mengatakan memang kalau Laos cocok untuk pejalan yang santai nggak buru-buru.

Saking santainya tidak banyak tempat wisata juga yang bisa dikunjungi, sampai di terminal dari perbatasan saya cari hostel. Dari awal saya memang sengaja tidak booking hotel lebih dulu, jadilah saya dan Jard jalan kaki ke sana kemari cari hostel yang cocok di kantong kami. Waktu setengah hari kami habiskan berkeliling panas-panasan cari hostel, begitu dapat hostel apa yang kami lakukan? Yes tidur hahaha.

Sore di Mekong River

Seberang adalah Thailand

Vientiane, walau kotanya santai begitu tapi banyak bule bertebaran di mana-mana, negara ini memang terkenal sebagai tempat singgah para pejalan untuk bersantai sejenak sebelum berpindah ke negara selanjutnya. Puas tidur siang kami putuskan untuk jalan-jalan sore di tepi sungai Mekong yang membelah Laos dan Vientiane.

Di dekat hostel kami ada sebuah taman di pinggir sungai Mekong yang biasa digunakan warga lokal untuk bersantai menunggu tenggelamnya matahari. Banyak yang berolah raga, sekedar jogging, bahkan ada grup tari poco-poco kalau boleh dibilang, tapi musiknya lagu India dan Cina. Sejauh mata memandang hanya sungai dan di seberang sungai adalah negara lain yaitu Thailand. Banyak wanita yang menjajakan jasanya untuk manicure-pedicure kuku tangan dan kaki dengan harga murah.

Night Market

Bahkan di Laos penjual cumi bakar diimpor dari Vietnam, yes pemuda ini orang Vietnam

Menjelang malam taman berubah jadi pasar malam yang menjual berbagai macam pakaian, souvenir, akesoris, elektronik, dan banyak barang lainnya yang dijual secara murah. Saya di sini membeli empat kaos untuk oleh-oleh orang terdekat.

Kami sebenarnya ingin sekali makan-makanan khas Laos untuk makan malam tapi tidak menemukan satupun, banyak restoran western yang bertebaran. Terpaksa kami masuk ke restoran India karena bertuliskan halal dan free wi-fi haha. Jajanan di kaki lima pun kami tidak menemukan yang khas Laos, adanya crepes ala barat dan martabak India. Bahkan martabaknya masih enak dan tebal martabak di kampung saya. Satu-satunya makanan lokal yang saya coba adalah rujak pepaya muda yang saya beli ketika siang hari, itupun saya tanya nama lokalnya dijawab dengan tidak memuaskan β€œyes this is papaya salad”, yaelah saya juga tahu itu salad pepaya.

Emak-emak penjual salad papaya

Besok paginya kami memutuskan untuk keliling Vientiane dengan naik sepeda onthel yang banyak disewakan di sekitar hostel. Saya yang sebelum berangkat ke Laos sudah menyiapkan catatan tempat tujuan di Vientiane tapi begitu di sana saya memutuskan melewati beberapa tujuan yang berupa kuil-kuil Budha, secara saya sudah cukup bosan karena dua bulan sebelumnya saya dari Myanmar.

Sarapan dulu, mie bakso

Sebelum gowes lebih lanjut kami sarapan di sebuah kedai yang baru buka, saya pesan sup mie putih yang sepertinya itu makanan utama orang Laos. Satu hal yang saya tidak suka di Vientiane, apa-apa mahal, harga sekali makan paling murah bisa 15 ribu rupiah. Saya nggak habis pikir kenapa negara seperti ini bisa mahal sekali biaya hidupnya.

Pha That Luang

Setelah sarapan kami menuju Pha That Luang yang merupakan simbol nasional negara Laos dan merupakan bangunan yang disucikan. Tiket masuk 5000 Kip atau sekitar 7500 Rupiah. Model bangunannya seperti stupa kuil Budha pada umumnya yang dicat keemasan. Katanya sih dibangun pada tahun 1566 dan sudah mengalami renovasi beberapa kali. Masuk ke Pha That Luang tidak sampai 10 menit karena tempatnya kecil dan cukup sekali sekali memutar keliling untuk melihat-lihat. Yang menarik justru bangunan-bangunan di luar Pha That Luang yang bisa difoto-foto gratis, di sebelah Pha That Luang malahan ada kuil Budha dengan patung Budha Tidur yang lumayan besar.

Bangunan di sekitar Pha That Luang

Puas di Pha That Luang kita lanjut gowes ke Patuxai tapi sepanjang perjalanan saya ngotot harus mampir untuk foto di luar gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia berharap dapat makan hahaha.

Lokasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Laos tidak jauh dari Patuxai, nah di Patuxai ada Gong Perdamaian sumbangan dari negara tercinta kita. Gong yang sama bisa kita temukan di Makam Bung Karno di Blitar dan di Jatim Park 1 Batu.

Patuxai atau Victory Gate adalah Arc de Triomphe-nya Laos, kalau di Kediri ada yang namanya Simpang Lima Gumul. Yah secara Laos dulu dijajah oleh Perancis jadi banyak bangunan yang terpengaruh. Warga lokal seperti biasa memakai taman yang luas ini sebagai tempat bersantai. Banyak penjaja foto langsung jadi yang menawarkan jasanya. Kalau mau naik ke atas Patuxai harus bayar lagi dan saya ogah bayar jadi langsung cabut.

 

Patuxai

Seharusnya kami mampir di Wat Si Saket tapi saya lewati karena itu kuil Budha dan waktu itu ada acara keagamaan. Kami mampir di Hophakaew Museum di depan Wat Si Saket. Seharusnya harus bayar 5000 Kip tapi penjaga loket tidak ada jadi kami masuk gratis, bahkan parkir di dalam. Sampai pulang pun tidak ada petugas yang menegur harus bayar haha, ah lumayan.

Hophakeaw dulunya adalah kuil kerajaan Raja Setthathirat tapi sekarang sudah berubah fungsi jadi museum. Isinya berupa patung-patung Budha dari berbagai ukuran dan bahan, ada yang dari batu dan ada yang dari emas. Sayang di dalam dilarang foto-foto, yang boleh difoto hanya patung-patung di luar.

Waktu masih begitu pagi tapi kami sudah menuntaskan seluruh tujuan hari itu, harusnya masih banyak tapi hanya wat-wat alias kuil-kuil. Untuk membunuh waktu kami putuskan untuk menyambangi Talat Sao Mall yang ternyata hanya terdiri dari dua lantai dan dari lantai satu sampai atas banyak yang berjualan emas. Yang ramai justru pasar di sebelahnya yang layaknya pasar tradisional.

Semuanya serba pelan di Vientiane, saya sih tidak akan bilang kalau kalian harus tidak mengunjungi tempat ini, soalnya beda lidah beda selera, tapi kalau saya setengah hari saja sudah Β mati gaya. Kota ini cocok bagi yang mendambakan kehidupan yang santai dan lalu lintas yang pelan. Justru incaran saya adalah ke Luang Prabang di utara tapi dikarenakan jauh dan butuh waktu lama saya tidak jadi kesana, yang kesana justru teman jalan saya.

Rencananya saya di Vientiane adalah dua hari tapi saya putuskan saya kembali ke Thailand saja di sisa perjalanan saya. Jadilah setelah mengembalikan sepeda onthel sewaan saya meninggalkan Jard yang akan ke Luang Prabang sementara saya menuju Udon Thani di Thailand. Happy Traveling and always travel safe.

36 KOMENTAR

  1. Makanan khas nya apa, Lid? Disadur dari Thailand dan Vietnam atau punya kekhasan sendiri? *ngarep tulisan berikutnya khusus ttg kuliner*
    PERTAMAXXX #penting πŸ˜›

    • Saduran deh kayaknya, papaya salad nya kayak som tam thailand, terus sup mienya kayak Pho vietnam. Aku bukan kuliner hunter kak, soalnya jalan2 pake makan pasti out of budget hahaha πŸ˜€

      pertamax dapat piring :p

  2. Waaahhhhh …. Kalo gitu, aku kesininya sama mas pujaan hati aja. Kalau misalnya bingung mau ngapain, aku tau kudu ngapain (((Memangnya mau ngapain?))) hehehehehhe

    Baru tahu, ternyata patung Budha tidur ini ada di banyak tempat ya. Kukira cuma di Thailand #TrusNgilang

    • klo di Asia Tenggara Thailand, Laos, Myanmar kan emang mayoritas Budha jadi banyak banget patung budha tidur. Eits tapi jangan salah di Trowulan Mojokerto juga ada loh, mayan gede πŸ˜€

  3. andai jakarta sepinya kayak laos mungkin bisa meluncur kemana2 tanpa macet
    eh itu gong yg dikasih sama indonesia utk laos ya?

  4. jeng jeng… harga makanan di vientiane kok mirip sama jakarta ya? 15 ribuuuu! btw di laos kan yang terkenal itu menyusuri sungai mekong? πŸ˜€ bener nggak sih.

    • huwahahahaha aku dewe sampek puyeng milihi,,,

      btw omahku adoh teko kota cak, pean nek kontrol kan sore dadi wis gak onok angkot, nek kontrol kontak aja tar tak samperin ke kota πŸ˜€

  5. Mungkin banyak turis yang singgah di kota Vientiane ni yang menjadikan semua baranng dan makanannya di sana mahal2, kalau sesama penduduk lokal bisa jadi lebih murah tu jualnya …

Tinggalkan Balasan ke hlga Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here