Melihat Lebih Dekat Kehidupan Umat Hindu di Varanasi

44

Salah satu highlight di Varanasi adalah saat matahari terbit menyusuri Sungai Gangga dengan menggunakan perahu. Jadi sebelum subuh sekitar jam 4 pagi kami harus segera bangun dan menuju ke salah satu ghat. Kami memulai perjalanan dari ghat Assi. Beruntung Arihant host saya punya langganan perahu jadi kita nggak perlu susah-susah menawar dan kita dapat harga lokal 300 Rupee dari 800 Rupee, harga yang biasanya ditawarkan tukang perahu ke orang asing. Lebih hemat lagi ada dua bule Israel yang gabung dengan kita. Mantap!

Ah gue meski belum mandi tapi tetep ganteng haha

Gara-gara menunggu Gaurav kita sedikit terlambat memulai perjalanan, tapi masih sempat menikmati matahari terbit dari atas perahu. Jangan dikira perahunya pakai mesin motor, masih tradisional menggunakan tenaga manusia, iseng saya mencoba mengayuh menggantikan tukang perahunya, capek juga ehehehe.

Capek loh

Layaknya pemandu wisata handal, sang tukang perahu bercerita kepada kami mengenai ghat-ghat yang kita lalui sepanjang sungai Gangga. Jangan dikira ketika tukang perahu mulai berbicara dalam bahasa Hindi ada subtitle di bawah hehe, ada Gaurav dan Arihant yang menerjemahkan setiap ocehan tukang perahu.

Di depan ghat Munshi. Saya tengah, Gaurav dan Arihant

Serius kita semua belum ada yang mandi haha

Ghat adalah susunan anak tangga di tepi sungai Gangga, setiap ghat ada nama tersendiri dan punya sejarah sendiri serta kegunaan tersendiri. Ada ghat untuk pembakaran mayat dan ghat pemujaan Dewa tertentu. Nah ghat-ghat tersebut jumlahnya puluhan dan saling menyambung satu sama lain. Seru loh jalan kaki dari ghat ke ghat di sore hari.

Saya hanya ingat beberapa cerita ghat dari mulut tukang perahu, seperti ghat Tulsi yang diambil dari nama Tulsidas yaitu penyair Hindu abad ke-16. Ada ghat Hanuman, katanya kalau berdoa di kuil yang ada di situ dan memohon kekuatan akan dikabulkan, entah kekuatan apa. Ghat Kedar yang populer untuk umat Hindu dari India Selatan dan Bengali, ada juga ghat Maan-Mandir yang dibangun Maharaja Jai Singh II raja Jaipur. Dan masih banyak lagi ghat-ghat serupa dengan cerita dan keunikan masing-masing.

Apa air di sungai Gangga bersih? Kalau mata memandang ya kotor tapi entah kenapa setiap pagi orang ramai mandi, menyucikan diri, dan sembahyang. Bagi mereka mandi di sungai Gangga sama dengan menyucikan diri. Salah satu keinginan saya adalah berendam di sungai Gangga, tapi saya mengurungkan niat karena banyak yang bilang ada turis yang sehabis berendam kena penyakit kulit, hii jijay. Tapi saya masih penasaran kenapa warga sana sehat-sehat saja dan mereka melakukan itu sudah puluhan bahkan ribuan tahun. Padahal airnya tercampur mayat dan segala macam kotoran. Nantilah saya kembali ke India dan mandi di Rishikesh yang merupakan hulu sungai Gangga yang sudah pasti masih bersih airnya.

Banyak orang mandi di sepanjang ghat

Yang menarik ada ghat Manikarnika yang metode pembakaran mayatnya masih tradisional yakni dengan kayu biasa. Di ghat tersebut setiap hari 24 jam, 200 mayat tanpa henti dibakar. Setiap pembakaran membutuhkan sekitar 200-300 kilogram kayu dan 3 jam untuk proses pembakaran sempurna, 2 jam untuk pendinginan sebelum abunya disimpan atau selanjutnya dilarung di Sungai Gangga. Anehnya meskipun saya di situ lumayan lama untuk menyaksikan pembakaran tapi saya tidak mencium sama sekail bau daging panggang, katanya sebelum dibakar tubuh dilumuri mentega dan susu.

 

Kayu sebanyak 300 kilo termasuk mahal, saya lupa berapa harga pastinya untuk 1 kilo kayu, kalau nggak salah ingat sekitar 50 Rupee, jadi untuk proses pembakaran mayat membutuhkan 15000 Rupee yang kalau dirupiahkan 3 juta. Busyeettt mahal.

 

Jadi bagi yang nggak kuat beli kayu sebanyak itu mereka beli semampunya sehingga kadang pembakaran mayat nggak sempurna. Jika dalam proses pembakaran tidak terbakar dengan sempurna dan masih menyisakan tulang belulang atau daging. Sisa tersebut langsung dibuang di Sungai. Pemandangan mayat hanyut di sungai Gangga itu sudah biasa. Asli dan nyata dengan mata kepala sendiri saya lihat mayat yang hampir terburai ususnya di pinggiran ghat. Bagi saya dan turis lain pemandangan tersebut sungguh ekstrim jadi secara otomatis menarik perhatian kami. Nggak lama ada orang yang menjauhkan mayat tersebut ke tengah sungai supaya nggak jadi bahan tontonan.

 

Rata-rata mayat yang mengambang adalah Sadhu atau orang suci, tubuh mereka nggak boleh dibakar tapi ketika meninggal tubuh mereka dihanyutkan ke sungai langsung, prinsip orang suci adalah meski sudah meninggal tubuh mereka masih bermanfaat bagi makhluk hidup lain. Yang mengerikan adalah Aghori Baba yang memakan tubuh manusia yang hanyut, hiiiiiiiiii….

 

Terus yang nggak mampu beli kayu gimana? Ada alternatif bisa dibakar di ghat Harischandra yang menggunakan teknologi modern yaitu dengan listrik. Lebih cepat dan lebih murah. Maaf-maaf ya nggak ada foto sama sekali di tempat pembakaran mayat tersebut karena memang dilarang dan tidak etis. Bisa-bisa kena karma buruk. Tapi ada juga turis yang nakal mengambil gambar secara diam-diam, beberapa bahkan terang-terangan.

 

Hati-hati di Manikarnika, ketika tahu kita turis dan bawa kamera pasti didatangi orang yang ngaku-ngaku kerja sosial di situ dan memperingatkan dilarang memotret proses pembakaran. Dia mendekati kami dan menerangkan siklus hidup dan mati umat Hindu. Ngakunya kerja sosial di suatu lembaga yang membantu orang miskin yang nggak mampu beli kayu untuk membakar mayat, tapi ujung-ujungnya minta duit ketika dia selesai menorehkan abu api abadi Dewa Syiwa di dahi saya dan mengucapkan mantra. Enggak mau ketipu saya diam saja, tapi Zarah kawan saya merasa hatinya tersentuh dan memberi 500 Rupee. Itupun katanya kurang, nggak kurang akal duit itu saya ambil dan saya bilang “ini dari hati kami paling dalam, kalau nggak mau kami ambil kembali” dan dengan sigap dia langsung ambil sambil berkata “okay, okay.” Dan ketika akan berpisah dengan kami masih ngotot “Give me more money!”.

Persiapan Gangga Aarti

Sengaja kami meluangkan waktu untuk menunggu jam 7 malam di ghat Dasasmawedh, karena di tempat itu setiap malam ada ritual Gangga Aarti. Ritual umat Hindu paling spektakuler yang pernah saya saksikan seumur hidup. Semua orang berkumpul menyaksikan empat pendeta melakukan ritual sembari bernyanyi serta berdoa bersama. Entah rasanya seperti terhipnotis, merinding sekaligus kagum mengikuti setiap prosesi Gangga Aarti.

Di awal acara ada pendeta yang berkeliling membubuhkan Tika merah kepada pengunjung dengan minta sumbangan seikhlasnya. Saya setelah dapat langsung kabur, pelit banget ya saya hahaha.

Ritual Gangga Aarti

Sekali lagi Varanasi tidak menawarkan pemandangan atau tempat wisata yang menarik, tapi menyaksikan kehidupan umat Hindu lebih dekat memberikan pengalaman tersendiri bagi saya. I just falling in love with Varanasi.

Yang punya koneksi cepet bisa lihat video hasil rekaman saya di Varanasi, cekidot.

Always travel safe and happy traveling.

44 KOMENTAR

  1. I gave 500 rupees? I think it was only 200 rupees la. eh? hehehe. adoiii.. why am I so naive. tertipu!

    and another thing.. kami semua ngak mandi sebab tiada air di rumah host. 🙂

  2. need tips …

    gimana cara paling ampuh menghindari scammer di india?

    kalo cewe kan katanya lempar sendal, kalo cowo??

    masa lempar ***cut ?? wkwkwk

      • Itu artinya apa? Nahin Bhaiyya = saya tidak mengerti?

        Jadi beneran yang bener mandi gak di sungai Gangga Lid? *terkait komen di jurnal sebelumnya* Haha, aku serius nanya karena apa yang kubaca tentang Sungai Gangga persis yang kamu tulis bahwa Sungai Gangga buanyak mayat uhlala….

        Ditunggu tulisan lainnya Lid. *kasihjempol*

  3. Jauh sekali beda harganya dari 800 jadi 300 Rupee lumayan banget!. Alid kamu jadi mandi ga di sungai Gangga? 😀 Btw videonya ga bisa di lihat di Jerman sini karena ada musiknya, terkait hak cipta, di blokir deh :(.

  4. And i seriously envyy youuu … njriiittt… india, mayat, hindu, that is wholeee packageee >_< *nabuuungg*

    N tentang kenapa orang sana sehat2 aja walopun mandi sama mayat n bahkan minum aer sana? gwe pernah baca artikel, di gangga ada suatu bakteri yang makanin bakteri pengurai yang nyebabin penyakit, makanya si sungainya steril mulu 🙂 Lupa gwe istilah prosesnya yang lebih ilmiah :))

  5. GILA, itu beneran mayat dimandiin disana? horor reeek, gak difoto ta cak? kalo yang pup di sungai ada juga gak? (hhe, kayak di indonesa)

  6. ampun lah itu serem loh mayat dibiarin ngapung di sungai.
    apalagi sampe ususnya terburai gitu.

    btw, Aghori Baba apaan lid?
    nama suku?

  7. Kalo mandi di air gangga kira2 bikin awet muda yaaaa ??? tapi kalo air nya kotor begitu apa iya jadi muda ???? hmmmmmm

    Tapi gw ngiler banget liat bangunan ghat nya, pingin banget kesana. Tapi aku takut kalo di perkosa massal di ghat 🙂

  8. belum mandi kan karna niatnya mau mandi di sungai gangga itu toh lid 😀

    dan malah batal yaa,padahal pen liat he he..

    whaat 200 mayat setiap hari dibakar? wow…amazing…

    dan oh ya baba itu..iish sumantonya orang india *gleks hiks…

    **tetep masih nunggu alid joget ditiang dan padang bunga 😛

  9. tak hanya di Bali, peradaban Hiindu klasik di India juga menjadi daya trik tersendiri bagi penggila “ritual” …. semoga saya bisa menyusul

  10. Sebenarnya kota satu ini seru ya, tapi scam yang bertebaran dimana-mana suka bikin gak tenang aja. Kalau dideketin orang bawaannya udah curiga aja hahaha … Btw aku baru tau kalau Aghori Baba itu makanin mayat yang mengambang …

Tinggalkan Balasan ke miko Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here