Memburu Puncak Di Gunung Penanggungan

26

Selama tiga hari belakangan ini tubuh seksi saya merasakan sakit yang luar biasa, nyeri otot atau bahasa kerennya “Njarem” menyerang sekujur tubuh, mulai dari telapak kaki, betis, paha, punggung, pundak, sampai dengan tangan. Semua itu diakibatkan saya mengiyakan ajakan trip dadakan naik gunung Penanggungan hari Minggu kemarin. Menyanggupi trip dadakan itu sudah biasa sih bagi saya, menjadi luar biasa karena trip tersebut adalah mendaki gunung. Secara untuk mendaki gunung dibutuhkan persiapan yang luar biasa mulai dari jogging beberapa minggu sebelum tempur, otomatis saya nggak sempat melakukan olahraga kecil-kecilan tersebut karena waktu yang mepet tapi saya nekad. Lha wong keril, matras, sleeping bag saja saya pinjam terima beres dari si Dheo bedebah yang mengajak saya #eh

Yuk Mendaki

Berangkat dari Jombang sekitar jam 2 siang, saya bersama dengan 13 rombongan dari grup Pecinta Alam yang tidak mungkin saya sebutkan di sini mereka dari mana, karena kalau nyebut merk tersebut di blog super keren ini harus bayar saya mahal muahahaha. Kami beriringan naik sepeda motor menuju pos pendakian di Tamiajeng yang masuk Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Sebenarnya ada 4 jalur pendakian untuk menuju puncak Penanggungan yaitu: Jolotundo (barat), Tamiajeng (selatan), Ngoro (utara), dan Wonosunyo (timur). Saya lebih tertarik lewat Jolotundo karena katanya banyak terdapat situs-situs purbakala (candi-candi) di jalur pendakian. Tapi namanya juga diajak ya nurut saja sama yang ngajak.

Setelah mengurus administrasi dan membayar 5 ribu perorang kami siap bertempur, sekitar pukul 5 sore kami mulai naik dan kondisi saat itu sedang gerimis. Malang bagi pendaki pemula seperti saya yang lupa bawa jas hujan, beruntung bapak pemilik warung dekat pos bersedia meminjamkan jas hujan plastiknya ke saya. Sepuluh menit kami berjalan hujan lebat mulai turun, terpaksa kami harus memakai jas hujan. Beberapa saat kemudian hujan reda, tidak lama hujan turun lagi, reda lagi, hujan lagi, oh sungguh cobaan. Bukannya apa, pakai jas hujan sambil jalan nanjak itu berasa masuk oven panas, keringetan brooooooooo. Jalan setapak yang kami lewati berubah jadi sungai susu coklat karena derasnya air hujan. Licin dan gelap jadi kami harus berhati-hati berjalan.

Dheo, Bayu, Alid, tiga perjaka tangguh dalam tenda sempit

Cahaya sudah mulai redup dan penerangan hanya dibantu oleh senter masing-masing. Dua jam sudah kami mendaki dan sampai juga di puncak bayangan dan begitu sampai langsung turun hujan deras, kami mendirikan tenda terburu-buru dan berlomba dengan guyuran air langit walau akhirnya basah kuyup juga karena kalah telak dengan hujan. Kami semua bermalam dan kemping di Puncak Bayangan sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak tertinggi. Malam itu kami semua terlelap dalam tenda masing-masing karena tidak banyak hal yang bisa dilakukan karena hujan.

Puncak Penanggungan

Pukul 3 pagi kami semua sudah siap-siap untuk memulai perjalanan ke puncak tertinggi. Medan pendakian berbeda dari sebelumnya, baru 10 menit saya sudah ngos-ngosan, tapi setelah beberapa saat badan mulai seirama dan terbiasa dengan tanjakan yang 45 derajat tersebut. Dari sekian peserta hanya saya saja yang terlihat paling lemah karena hanya saya yang pemula, yang lain sudah sering nanjak hiks. Jadilah saya sampai di puncak tertinggi saya yang paling terakhir hahaha. Apapun itu kebahagian saat mencapai puncak tertinggi itu seperti orgasme yang luar biasa setelah dua jam mendaki #eh.

Caldera bekas kawah

Cahaya matahari kala itu belum nampak, di kejauhan terlihat cahaya keemasan dari lampu rumah-rumah warga yang terlihat begitu kecil. Serasa berdiri di atas langit karena kabut menyelimuti sekeliling, tidak heran kalau nama Gunung Penanggungan yang punya ketinggian 1.653 mdpl di masa lalu disebut dengan nama Gunung Purwita yang berarti Kabut. Banyak yang bilang kalau Penanggungan adalah penggalan dan replika dari Puncak Mahameru di Semeru, kontur puncak dan kondisi gersangnya yang sama, entahlah karena saya sendiri belum pernah mendaki di Gunung Semeru.

Matahari tidak nampak jelas, hanya cahaya emasnya saja yang berusaha menembus pekatnya kabut. Saya tidak kecewa walau tidak bisa melihat matahari secara bulat utuh, justru pemandangan dengan kabut dan semburat cahaya emas tersebut begitu menakjubkan. Terlihat Gunung Welirang dan Gunung Arjuno begitu gagah di samping, saya juga melihat Gunung Semeru walau tidak begitu jelas karena tertutup kabut. Puas menikmati surga dunia kami turun untuk segera packing dan pulang.

Ternyata untuk turun dari puncak membutuhkan tenaga lebih dan harus ekstra hati-hati agar tidak terpeleset dari bebatuan. Di perjalanan saya dan Dheo mendadak jadi tim SAR, ada pendaki yang terpeleset jatuh sehingga pundaknya mengalami dislokasi. Beruntung mas korban pernah kuliah di orthopedi sehingga kami dipandu sama dia untuk memberikan pertolongan pertama. Yang paling ngeri dan bikin ngilu adalah membantu mendorong pundak dia ke depan sehingga tulang pundak dia kembali ke posisi semula. Pesan moralnya, sebagai pendaki sebaiknya mengetahui teknik pertolongan pertama kalau ada kecelakaan. Duh dulu saya ikut teater sih daripada ikutan PMR hehehe.

Sampai di Puncak Bayangan kami segera memasak sarapan dan packing tenda, kawan yang lain sudah bersiap untuk turun. Sekitar pukul 9 kami semua bersiap turun gunung dan di perjalanan turun saya mendapatkan bonus, jatuh terpeleset karena jalan yang begitu licin, tidak hanya sekali dua kali tapi berkali-kali, hiks.

Ini kampanye yang bagus

Sialan yang vandal di sini -_-

Lemas

Ayo siapa lagi yang mau ngajak saya naik gunung, saya siap. Happy Traveling!!!

26 KOMENTAR

  1. sepertinya memang masalah sampah dan vandalisme bukan perkara yang mudah dihilangkan ya? mungkin mentalnya harus diperbaiki dulu biar gak nyampah sama corat coret sembarangan..

  2. Aku ndak suka travelling naik gunung… kecuali ada yg mau gendong sampe ke atas… 😛
    Suka deh ama kampanye yg ada difoto tentang sampah kota :*

  3. Waduhh vandalisme nya keterlaluan… Sempet2nya mereka bawa pilox naik gunung, mending bawa bokep kan kalo naik gunung #ehh 😀

  4. saya naek gunung yang gampang-gampang aja deh alisa bisa ditempuh dengan mobil wkwkwk

    gile pasti ngos ngosan bingit itu lah kalo jadi pemula naik gunung..
    resikonya juga gede banget ckckck

  5. Omg knp tiga perjaka senyum nya lebar banget hahaha …. Eh biasa nya sesama pendaki mmg selalu tolong m,enolong dan memberi semangat untuk bisa kembali dengan selamat yaaa 🙂

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here