Menderita dan Putus Asa Naik Bis di Kamboja

41

Bis yang kita tumpangi dari Phnom Penh terlambat 1 jam dari jadwal kedatangan, badan capek, bokong panas, punggung bengkok, serta depresi tingkat tinggi karena bis nggak sampai-sampai di Siem Reap. Yang seharusnya hanya 6 jam perjalanan, ini sampai 7:30 jam perjalanan, boro-boro macet atau mogok tapi memang lemotnya minta ampun, mana jalan raya antar propinsi sempit banget. Naik bis di Kamboja membuat saya kangen naik bis yang setiap mudik Lebaran banyak menghiasi headline surat kabar dengan beritanya yang nubruk sana nubruk sini, apalagi kalau bukan Sumber Kencono jurusan Surabaya-Yogyakarta, para maniak bis sudah nggak asing lagi dengan genjotan bis satu itu, roller coaster dunia fantasi kalah pokoknya, belakangan semua armadanya akan diganti dengan Sumber Selamat.

 

[pullquote]Rasanya pemandangan tersebut tiada akhir sepanjang hayat[/pullquote]Mungkin kalau di Kamboja ada bis Sumber Kencono, pasti deh dijamin perjalanan antara Phnom Penh ke SIem Reap hanya ditempuh 4 jam. Bis yang super lemot didukung oleh keadaan jalan raya antar propinsi yang sangat sempit, hanya 2 jalur dari ujung ke ujung. Satu dua jam saya menikmati pemandangan di balik kaca bis. Lama-lama frustasi juga karena pemandangan dari awal sampai akhir sama, rumah panggung khas Kamboja tanpa perabotan yang jaraknya berjauhan dari rumah ke rumah, kerbau-kerbau, sawah yang hanya genangan air, rawa-rawa yang kelihatan seperti lautan. Rasanya pemandangan tersebut tiada akhir sepanjang hayat #lebay.

Rawa dan Sawah tiada akhir

Kamboja memang negara air, daratannya dikelilingi oleh genangan air, rawa, sungai, nggak heran kalau rumah penduduk di perkampungan berbentuk panggung, kemarin saja baru banjir, kalau musim hujan begitu sungai dan rawa meluap airnya. Kalau di sini tumbuhan perdu di rawa dan sungai pasti eceng gondok, kalau di sana teratai boo’. Dan penduduk di sana juga sangat suka dengan air, banyak berendam di rawa menemani kerbaunya, memancing, berenang, duh saya lihatnya kok risih, sudah kebiasaan mereka mungkin. Saking banyaknya kerbau dan sapi di jalanan juga banyak papan peringatan “Awas Kerbau” di tepi-tepi jalan.

Sapi, Kerbau dan Rumah Panggung

Dari sejak keluar kota Phnom Penh saya nggak lihat satupun kota besar di sepanjang perjalanan saya ke Siem Reap, saya hanya lihat beberapa toko-toko kecil di pertigaaan dan perempatan, rasanya jalanan sepi banget dan nggak ada cabang jalan, cuma 2 kali berhenti di rumah makan milik perusahaan bis untuk buang air kecil dan istirahat serta beli camilan. Anehnya waktu kembali dari Siem Reap ke Phnom Penh jalanan rasanya berubah total, bukan sawah dan rawa yang saya lihat, melainkan pasar ramai dan rumah-rumah dengan penduduk yang lumayan padat. Apa beda jalur ya?

 

Satu lagi yang bikin kaget bin lucu bikin malu, kalau waktu naik bis dari Phnom Penh ke Siem Reap bis berhenti 2 kali untuk istirahat dan buang air. Nah waktu ke Phnom Penh dari Siem Reap bis hanya berhenti sekali. Jadi banyak penumpang yang sedari tadi menahan kencing karena dinginnya AC berhamburan keluar ketika bis berhenti di tepi jalan sepi dekat semak-semak. Dari balik kaca bis tempat duduk saya, jaraknya sangat dekat dengan mata saya, ada ibu-ibu dengan santainya langsung duduk di tepi jalan dan tanpa malu pipis di situ, gubrak, saya yang nggak pipis di situ saja jadi malu lihatnya. Haduuuh I’m shocked. Padahal di dalam bis ada toilet. Capek deh.

 

[pullquote]“I’m sorry nature calls” [/pullquote]Masih setengah kaget saya ngegosip ke ibu-ibu bule dari Kanada “She has no shame” tapi dia tiba-tiba tanya apa kamar mandinya nggak bisa dipakai, kenapa orang-orang pada pipis di luar gitu, apa bisnya nggak berhenti lagi. Saya hanya bisa jawab “dunno madam.” Nggak tahunya dia teriak “stop stop, wait for me” buset dah, ternyata dia ikut-ikutan nongkrong juga di semak-semak, meski agak jauh dari pandangan mata saya dan tertutup semak-semak tetap saja saya nggak bisa berhenti ketawa, sakit perut rasanya. Sekembali dia melaksanakan hajatnya dia duduk dan nyeletuk “I’m sorry nature calls” whakakakaka.

 

Akhirnya setelah perjalanan panjang tiba juga di Siem Reap, secara harfiah nama kota tersebut berarti “Dikalahkan bangsa Siam (Thailand)”. Bayangkan anda punya nama dengan nama dari nama musuh anda. Saya biasanya iri kalau keluar dari bandara dan melihat banyak orang penjemput dengan tulisan nama di tangan, kapan ya saya dijemput orang dengan nama saya tertulis di kertas atau spanduk kalau perlu hehehe, akhirnya kesampaian juga, meski dijemput di terminal bus hahaha. Duh sayang nggak saya foto :p
Welcome to Siem Reap 🙂

41 KOMENTAR

  1. alah, palingan lo pipis di botol air mineral, lebih “memalukan” donk,, agagag… Emang, kalo “panggilan alam” gak bisa ditahan…!! Gak peduli ye, walau bule sekalipun! hahaha…

    • diihh I’m not an animal,,, gue gak pernah tuh ada sejarah pipis di semak semak ato di botol,,, elo kaleeee… secara gue bisa menahan hasrat lebih lama dari yg lo bayangkan #lebay :p

      • mas, mw tny nih, ke kamboja naik pesawat apa? bli tiketnya 2 atw gmn, mksdny gni loh, JKT-KL, KL-PNH atau ada tiket JKT-KL-PNH? atw malah JKT-PNH. Terus visanya udh bebas atw msh on arrival? kalo bebas berlakunya berapa lama? Duh, maaf ya tanyanya borongan, alnya tgl 23 bln ini saya akan ke kamboja, makasi ya sblmny mas..
        🙂

        • saya ke kamboja dari SUB-KUL-PNH, dari Indonesia nggak ada penerbangan langsung tuh ke sana. Belinya pun point to point, jadi beli SUB-KUL dulu, trus KUL-PNH.
          Untuk visa benar2 sudah bebas, jadi kayak ke Singapura atau Malaysia, tinggal langsung menuju imigrasi, dan digetok paspornya, valid 30 hari. Sukses yaa jalan-jalannya 🙂

  2. “Rasanya pemandangan tersebut tiada akhir sepanjang hayat”.. hahahahaahha, kalimatnya ajib mas.. tapi hmm, kenapa yaa kok beberapa blogger akhir-akhir ni banyak banget yang berkunjung ke Kamboja sana..

  3. selamat Bang Alid
    anda berhasil membuat diriku kangen berat melancong keluar negeri…
    btw, saya targetnya keliling Asia Tenggara dibagian agak2 ke utara…
    soalnya kemarin hanya yang bagian selatan..
    mantap lah Bang.
    really like this!

  4. keadaannya kok begitu ya jalanannya, sangat miris sekali masih ada tempat atau daerah seperti itu padahal di desa di Indonesia juga nggak begitu amat dimana sarana dan prasarananya sudah cukup menunjang 🙁

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here