Mengenal Peradaban Manusia Di Ban Chiang

35

Mati gaya di Vientiane saya putuskan untuk kabur segera dari Laos menuju Udon Thani di Thailand, rencananya sih di Vientiane saya akan tinggal selama dua malam tiga hari tapi apa daya kota yang hidupnya lempeng tersebut tidak cukup menggairahkan saya untuk bercumbu lebih lama mengenal Vientiane. Meninggalkan Jard kawan jalan saya yang masih akan melanjutkan perjalanannya menuju Luang Prabang di Laos Utara. Asli sebenarnya saya ingin sekali ke Luang Prabang tapi apa daya jatah liburan saya tidak cukup.

Begitu melewati perbatasan Laos-Thailand saya kebingungan karena perjalanan ini tidak dalam rencana saya, pusing bikin emosi dengan banyaknya calo yang menawarkan jasa taxi ke bandara Udon Thani saya melipir meninggalkan perbatasan. Di geret oleh emak-emak supir tuk-tuk dan diantar ke tempat di mana saya bisa naik kendaraan umum ke Udon Thani. Perjalanan ditempuh selama dua jam dari perbatasan di Nongkhai menuju Udon Thani. Kenapa saya harus ke Udon Thani? Karena pesawat pulang saya berangkat dari bandara di Udon Thani ke Bangkok jadi saya harus ke Udon Thani, dan karena saya pulang lebih cepat dari Vientiane otomatis saya punya banyak waktu luang di Udon Thani. Saya hanya berpikir akan menemukan sesuatu yang lebih menarik daripada di Vientiane.

Mall terbesar Udon Thani dan sebagai pusat kota

Tanpa tahu apa-apa tentang Udon Thani saya sampai dan turun di terminal yang ramai depan sebuah mall besar “Central Plaza”. Setelah makan siang di KFC dalam mall saya keluyuran mencari tempat menginap, setelah keluyuran luntang-lantung saya menemukan Udon Backpacker dan bayar 450 baht atau sekitar 150 ribu rupiah untuk dua malam. Ah gila saya dapat kamar privat dengan kamar mandi dalam walau tanpa AC, dan panasnya naudzubillah. Wi-fi-nya kenceng banget lagi, tidak seperti Laos yang walaupun di ibukota internetnya bikin bunuh diri.

Setelah cek in saya browsing sebentar tentang Udon Thani karena dari awal saya buta kota ini dan tidak ada dalam rencana untuk terdampar di sini. Seperti menemukan harta karun saya melonjak kegirangan karena ada tempat-tempat menarik yang bisa dikunjungi, ada beberapa landmark kota yang bisa dikunjungi dan juga beberapa wisata alam seperti air terjun. Tapi dari sekian harta karun yang berharga tersebut saya menemukan permata berharga, ah lebay. Ada satu situs warisan dunia UNESCO yaitu Ban Chiang. Saya hampir melonjak teriak histeris tidak percaya dengan apa yang saya temukan, pasalnya saya pemburu situs-situs warisan dunia yang didaftar oleh UNESCO. Diputuskan besoknya saya akan mengunjungi tempat tersebut.

Bangun pagi-pagi untuk segera menuju Ban Chiang, saya menyewa sebuah sepeda motor yang seharusnya saya harus bayar deposito 600 ribu tapi dikarenakan saya tidak punya uang jadi saya meninggalkan paspor sebagai jaminan. Lumayan murah hanya 50 ribu sehari untuk sewa motor dan bahan bakar tidak termasuk. Tidak pernah membayangkan saya yang tidak punya SIM tapi berani sewa motor dan berkendara di negara orang hahahaha.

Nggak percaya saya motoran di Udon Thani

Jalan di Thailand Utara ini mulus banget dan lebar, setiap kali saya terlena untuk ngebut saking lebarnya jalan tapi kemudian saya ingat bahwa saat itu saya sendirian haha, kuatir kenapa-napa saya pelankan laju motor saya. Untuk navigasi saya hanya mengandalkan aplikasi peta offline OSMAND di handphone yang tulisan hurufnya bercacing-cacing, sebab saya tidak bisa pakai Google Map karena tidak ada jaringan internet. Toh nyatanya saya sampai juga di Ban Chiang, mudah saja karena jalannya lurus dari Udon Thani dan banyak papan petunjuk jalan. Jarak Ban Chiang dari Udon Thani sekitar 55 km dan bisa ditempuh selama 1 jam.

Sampai di lokasi saya parkir motor dan langsung menuju loket, sayangnya walau wajah kelihatan lokal banget tapi tidak bisa menipu mbak penjual tiket karena saat pertama dia sudah menyapa dan ngucapin salam dalam Bahasa Thai, saya hanya “sawadeekrap, one ticket please”, ah gagal dapat tiket lokal jadi saya harus bayar tiket untuk orang asing sebear 150 Baht atau sekitar 50 ribu.

Story wall, diceritakan siapa saja yang berjasa dalam penyelamatan Ban Chiang

Nah apa sih Ban Chiang? Adalah sebuah situs arkeologi yang terletak di distrik Nong Han propinsi Udon Thani, Thailand. Ban Chiang merupakan peninggalan penting pra sejarah peradaban manusia dan dianggap sangat lengkap dan utuh yang pernah ditemukan di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Kenapa lengkap? Karena di Ban Chiang ditemukan bukti-bukti tahap penting dalam evolusi budaya, sosial dan teknologi manusia. Situs ini menyajikan bukti awal pertanian di wilayah tersebut dan dari pembuatan dan penggunaan logam. Dari tes karbon dan lain sebagainya diperkirakan Ban Chiang sudah dihuni sejak tahun 1495 SM sampai dengan 900 SM.

Apalagi seluruh dunia menganggap bahwa jaman perunggu asalnya dari Mesopotamia di Timur Tengah, tapi nyatanya di Ban Chiang ditemukan peralatan-peralatan dari besi dan perunggu yang umurnya sama dengan jaman perunggu. Jadilah temuan di Ban Chiang begitu menggebrak dunia.

Ban Chiang ditemukan tahun 1966 oleh Steve Young mahasiswa antropologi dari Amerika, waktu itu dia sedang membuat thesis di Ban Chiang. Suatu hari dia terjerat akar pohon kapuk dan jatuh terjerembab dan melihat tembikar dengan corak yang unik, setelah itu dia ambil contoh tembikar tersebut dan dikirim ke sana kemari, sampai ke kampusnya di Amerika, akhir kata setelah penemuan tersebut Ban Chiang menjadi perhatian dunia. Hingga pada tahun 1992 UNESCO mentasbihkan Ban Chiang sebagai World Heritage atau Warisan Dunia.

Di museumnya sendiri seluruh barang yang dipamerkan berurutan dari yang paling kuno sampai dengan yang modern. Dari sekian artefak yang paling kentara dan dominan adalah barang pecah belah atau tembikar yang dicat dengan berbagai corak khas yang melingkar-lingkar. Tembikar-tembikar tersebut dipakai dalam berbagai aspek kehidupan bahkan untuk mengubur mayat bayi.

Ribuan tembikar yang berhasil diselamatkan, banyak yang hancur terpendam juga

Museumnya sendiri lumayan besar dan hari itu sepi pengunjung, bisa dibilang hampir tidak ada. Bisa dibayangkan saya sendirian di ruang  remang-remang dengan berbagai benda-benda dari jaman dulu, mana ada tengkorak lagi hahaha. Saya sih suka sejarah tapi tidak sampai satu  jam saya keliling di museum, bagi pecinta sejarah yang benar-benar cinta mungkin bisa meluangkan waktu sampai berjam-jam di museum tersebut.

Diorama suku terdahulu

Setelah dari Ban Chiang saya kembali ke Udon Thani dan berkeliling menghabiskan bensin, saya mengunjungi setiap taman kota, kuil, danau buatan. Suhu udara di Ban Chiang sama panasnya seperti Surabaya, menyengat. Bodohnya, waktu itu saya lupa tidak membawa tripod, ketinggalan di hostel hiks, jadilah saya tidak bisa narsis seperti biasanya.

Udon Thani

Pemandangan umum tiap pagi di Udon Thani, memberikan sedekah ke para Biksu

Kamera saya kalah sama mas Biksu ini ckckck… saya hanya pakai kamera hape haha

Yang menarik di Udon Thani adalah ketika malam saya jalan-jalan di night market cari makan malam. Banyak terlihat pasangan suami istri yang begitu janggal, yang perempuan dengan pakaian seksi adalah pasti orang lokal sedangkan yang lelaki adalah orang bule, anaknya tentu saja blasteran antar keduanya. Saya iseng tanyakan hal itu ke bapak pemilik hostel dan dia jawab “Man in here not sell well, lelaki di sini tidak terjual dengan bagus. Perempuan lebih tertarik dengan farang (sebutan orang asing di Thailand) dan farang pasti berduit, mereka orang asing kerja di sini kawin dengan orang lokal untuk mempermudah perijinan dan perempuan butuh uang, ada yang kawin kontrak juga, moral di sini sudah menurun”  hmmmm…

Kemudian makanan apa yang menarik di Udon Thani, hampir semua menjual babi hiks, terpaksa selama di Udon Thani saya mengandalkan KFC. Always travel safe and happy traveling.

 

35 KOMENTAR

    • ahahaha bisanya cuma sawadeekrap sama kopkunkrap doang :p

      klo ke Chiang Mai mending saya lanjut di Laos ke Luang Prabang, masalahnya itu jauh dan waktunya gak cukup, saya harus kembali ke Indonesia demi anak cucu ahaaha :p

  1. Ah kamu selalu bikin aku ngiri yaaa, dah lama banget ngak keluar negeri nich ihik ihik ihik. Dan gw suka banget liat pemandangan para biksu berjalan keliling desa itu, beberapa tahun lalu waktu ke negara2 itu, tiap pagi gw bangun buat liatin mereka jalan keliling haha

  2. beneran nekat lu ye paspor dijadiin jaminan demi nyewa motor
    hahaha kalo gw musti mikr dua kali dah

    btw, serem juga ya idup disana kalo saban hari makan kfc ckck

  3. wah, saya tertarik dengan cuplikan paragraf terakhir mas. Ternyata pemerintah dan masyarakat thailand sendiri lebih memilih menikah dengan generasi luar negara mereka. Bisa-bisa belasan tahun lagi itu generasi thailand murni hilang. Huehehehe.

  4. jeng – jeng, enak ya bisa sepeda motoran di negeri orang 😀 coba di jepang kemarin bisa sewa motor, pasti aku udah keliling jepang pake sepeda motor muahaha 😀 btw sewa motor per hari di di udon thani berapa lid??

  5. Situs Ban Chiang mirip dengan situ di Plawangan, Rembang… ergg tapi bedanya yang di Indonesia ya gitu deh.
    Btw syok lihat gambar mas biksu yang bawa dslr canggih, itu beneran biksu Buddha yang meninggalkan napsu duniawi atau biksu jadi-jadian? >.<

    • Wah Plawangan ada juga? Mirip2 Sangiran klo boleh bilang.
      Btw biksu ato bhante sekarang kan juga mengikuti jaman dong, sering kok lihat yang bawa handycam, kamera, bahkan henpon canggih. Ya masak gak move on dari ketertinggalan. Ya masak bawa kamera gituan dianggap napsuan haha. Setauku mas mas yang itu bagian dokumentasi kegiatan 😀

  6. Sekarang museum semakin bagus ya, dikonsep diorama dengan replika2 mirip aslinya..

    Ke museum gak cukup cuma sejam dua jam. Kudu sedinoooo… soale akeh sing kudu diwoco..

  7. akk iyaahh, itu kamera biksunya ciamik bangett,
    btw lid, next time lo mustu sedia google translate, jadi langsung deh tuh lo cas cis cus pake bahasa thai *hasil googling dulu* hehehe

Tinggalkan Balasan ke Alid Abdul Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here