Secuil Alam di Surabaya

26

Halo-halo apa kabar, I’m back with another travel post. Yah sebenarnya banyak sekali cerita-cerita traveling yang nggak sempat saya tulis. Soalnya selesai traveling badan rasanya remuk redam kayak dihantam bajaj, ok sangat lebay hehe. Terlalu capek, capeknya bisa-bisa sampai seminggu, mau nulis eh kok ya rasanya basi gitu. Tapi alasan utamanya sih emang MALES hahaha. Ok deh mungkin untuk posting-posting selanjutnya mengenai trip-trip lama yang nggak sempat ditulis. Itupun kalau nggak lagi males hahaha.

Perahu Tanpa Pelampung di Gunung Anyar

Kali ini tripnya nggak jauh-jauh, cukup di Surabaya, cuma 2 jam dari kota tercinta Jombang. Untuk destinasinya ke Eko Wisata Hutan Bakau (Mangrove) di kawasan Pamurbaya alias Pantai Timur Surabaya. Haduh setiap baca artikel tentang Mangrove di Surabaya ini pasti kalimat pembukanya “Siapa yang nggak kenal Surabaya? Kota Metropolitan sejuta mall, tapi siapa sangka ada wisata alam di pinggir hiruk pikuk kota Surabaya bla bla bla bla bla…” Bah apa pulak.

Apa istimewanya Hutan Mangrove di Surabaya tersebut? Yah karena beberapa tv nasional sudah pernah meliput, otomatis bikin ngiler dan penasaran untuk dikunjungi. Toh tempatnya nggak jauh–jauh amat. Berhubung saya janjian kesana rame-rame bareng CouchSurfer pagi hari, salah satunya sama si mbak yu centil satu ini. Jadi saya harus berangkat sejak subuh dari rumah. Kita semua janjian di depan Kampus UPN Surabaya dan kita semua bawa motor.

Nah ada 2 tempat wisata Hutan Mangrove di Surabaya ini, yang kita kunjungi pertama adalah Wisata Anyar Mangrove (WAM) di Gunung Anyar. Kata teman tempat ini lebih murah naik perahu nelayan, hanya Rp. 10.000 per orang, tapi safety-nya tidak dijamin loh, tanpa pelampung, kalau kapal oleng I’m sorry goodbye deh. Sebenarnya 1 kapal itu tarifnya Rp. 100.000,- dan muat 10 orang, kalau kurang dari itu ya mau tidak mau harus bayar segitu. Coba tawar deh kalau raja tega.

Perahu melaju dengan kecepatan sedang menyusuri sungai menuju ke tengah laut. Duh serasa menyusuri sungai Chao Phraya di Thailand. Warna air lautnya jangan tanya deh, butek-butek gimana gitu. Semakin ke tengah laut warnanya semakin hijau hingga pas sekali komposisi warnanya dengan alam sekitar. Ada beberapa burung yang lagi cari makan, entah itu burung apa, dan di beberapa pinggiran bakau agak kotor sih banyak sampah-sampah plastik.

Sampai di gazebo tempat pit stop eh si tukang perahu bilang “Ok sepuluh menit di sini”,  gubrak, capek deh. belum juga turun dari perahu udah dikasih warning. Gazebonya kayak gubuk tidak terurus, di sekitar gazebo ada tambak-tambak, sudah itu saja, tidak ada lagi yang bisa di-explore. Duh rugi Bandar, 10 ribu, 10 menit, dan tidak ada apa-apa, toilet pun toilet alam kalau terpaksa. Yang bisa saya nikmati hanya perjalanan berangkat dan pulang saja naik perahu dengan suguhan pemandangan bakau dari sungai ke laut lepas. Dan burung-burung bermigrasi.

Yang lebih mahal yang lebih bagus, Bozem Wonorejo. Dari Gunung Anyar kita langsung lanjut ke tempat kedua yaitu Hutan Mangrove di Bozem Wonorejo. Harga tiket naik kapal pulang pergi Rp. 25.000,- tapi aman karena dikasih pelampung. Berhubung kantong uda cekak kita putuskan untuk jalan kaki ajah hahaha #dasarmiskin.

Siang bolong, panasnya kayak neraka, belum lagi jalan setapak lewat tambak dan tumbuhan perdu lainnya. Tapi yang namanya kepepet ogah bayar kapal 25.000,- diladeni aja, kalau rame-rame gini panas pun jadi dingin dan jauh pun gak kerasa kalau sambil ngobrol, itu kata orang, tapi bagi saya panas ya tetep aja panas -_-

Pemandangan yang disuguhkan dengan jalan kaki melewati tambak-tambak lebih menarik daripada naik kapal, pohon dan rerumputan hijau, ditambah gubuk-gubuk kecil, kalau difoto kesannya lebih artistik. Hampir 30-45 menit kita jalan kaki menuju gazebo yang di pinggir laut, akhirnya sampai juga, istirahat di dalam gazebo dengan angin sepoi-sepoi dari laut. Sayang hari itu air laut surut, jadi saya hanya melihat lumpur coklat saja. Gazebo yang di Wonorejo lebih tertata rapi dan memang dibangun dengan sempurna untuk tujuan rekreasi keluarga. Saya banyak melihat pohon-pohon bakau kecil yang baru saja ditanam, dan kelihatannya ada yang baru saja punya hajatan tanam seribu pohon bakau.

Gazebo di Mangrove Wonorejo

Kalau beruntung kita bisa lihat burung-burung liar yang bermigrasi dari Australia atau Selandia Baru ke Siberia, Rusia. Tapi sayang saya tidak melihat burung tersebut di Wonorejo, mungkin lagi sepi musim burung kali yak hahaha. Karena saya bukan ahli perburungan jadi saya tidak tahu kapan musimnya burung-burung berpindah tempat. Tapi agak mujur karena saya melihat kawanan burung liar di kawasan Gunung Anyar. Nggak tahu juga itu jenis burung apa. Lumayanlah daripada tidak melihat burung sama sekali.

Burung Liar di Mangrove Gunung Anyar

Jadi kalau sama keluarga mending ke Wonorejo saja, gazebonya lebih cantik dan tertata rapi, dan kita bisa berlama-lama istirahat di situ, yah meski tiket kapalnya mahal. Terus kalau hanya mau melihat dan keliling sungai dan laut dengan sekilas, kemudian istirahat 10 menit di gazebo yang gak jelas arsitekturnya, silahkan pilih Gunung Anyar.

Narsis Dulu

Pulangnya, hanya lima pasukan yang siap dengan jalan kaki, yang lain sudah tepar nyerah naik kapal untuk kembali yang hanya Rp. 10.000,- kalau saya konsisten miskinnya hehehe…

Wonderful Indonesia, Happy Traveling!

26 KOMENTAR

  1. haiyaah, disuruh baca mau pamer niih critanyaaa T.T wkwkwkwk..
    iya nih alid, kerjaan jalan-jalan mulu. mbok ya ajak2 *yg deket2 jakarta aja ya tapi :))*

  2. Saya tahunya Surabaya itu kota yang sumpek, panas, alamnya mulai tercemar. Membaca postingan ini, saya jadi tahu bahwa masih ada wisata alam di Surabaya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here