Setelah muntah candi di Bagan perjalanan saya lanjutkan ke Inle yang jaraknya 9 jam perjalanan dengan menggunakan bis. Selain orang lokal banyak sekali bule-bule waktu itu dan bisa dipastikan tujuan mereka sama. Tapi lucunya saya dan Jard serta satu bule Amerika kebablasan turun karena ketiduran hahaha. Harusnya kami turun di Shwe Nyaung tapi kami malah turun di Nyaung Shwe, bingung kan dengan kedua nama kota tersebut hahaha. Kala itu pukul 3 pagi buta sehingga kami bertiga terpaksa naik taksi ke Shwe Nyaung yang jaraknya lumayan bisa bikin tidur walau sekejap. Beruntung kami bertiga sehingga ongkos taksi tidak kerasa walau nyesek juga harus patungan 5 dolar perorang.
Sama pegawai Hotel Gold Star ^^
Setelah membayar tiket masuk wilayah Inle sebesar 10 dolar kami menemani Collen bule Amerika tersebut mencari hotel dan sayangnya hampir semua hotel masih tutup karena memang masih pukul 4 pagi. Beruntung seseorang di Gold Star Hotel membuka pintu gerbang dan menyilahkan kami masuk. Collen check in dan kami hanya numpang wifi serta mandi di kamar kosong, entah kenapa mereka mengijinkan kami yang bukan tamu menikmati fasilitas hotel. Akhirnya kami menyewa perahu untuk keliling Inle seharian di hotel tersebut dan juga membeli tiket bis untuk kembali ke Yangoon hari itu juga.
Penjual ikan, aktivitas sehari-hari dilakukan di atas perahu
Kenapa harus perahu yang disewa untuk keliling Inle? Soalnya kalau pakai mobil atau motor jelas tidak akan bisa jalan. Yang dijual di Inle adalah wisata danau dengan luas area 116 kilometer, jadi di tengah danau berasa di tengah laut karena sepanjang mata memandang hanya air dan air. Kami berangkat sekitar pukul 8 pagi untuk memulai perjalanan. Setiap penumpang akan dapat tempat duduk serta selimut dan tidak lupa pelampung. Saat saya kesana sedang musim dingin jadi naik perahu pagi-pagi dan melaju membelah udara pagi rasanya semriwing banget.
Rumah-rumah apung
Kami tidak menyiapkan daftar spot-spot yang wajib dikunjungi, kami menurut kepada tukang perahu kemana dia akan membawa kami. Peta wisata fotokopian yang sempat saya ambil di hotel tersimpan rapi di ransel tidak berguna. Kami diantar dari bengkel satu ke bengkel lainnya, workshop satu ke workshop lainnya. Dan bengkel tersebut menjual hasil produksi olahannya kepada setiap pengunjung. Duh berasa keliling keluar masuk toko-toko di pusat perbelanjaan, sayang kami semua turis miskin jadi tidak mungkin untuk membeli barang kerajinan yang mahal begitu.
Workshop kerajinan perak
Seingat saya kami di bawa ke workshop pembuatan kerajinan perak, kerajinan tembaga, kain sutra, rokok, dan lain-lain. Bagi bule mungkin menarik karena mereka bisa melihat langsung proses produksi yang masih menggunakan cara tradisional, kalau saya sih nggak tertarik sama sekali. Di workshop rokok kami dipersilahkan dan disuguhi teh cina, kemudian pegawai akan memeragakan bagaimana membentuk dan membuat rokok. Saya yang tinggal di Ploso – Jombang sudah terbiasa sejak kecil melihat daun tembakau karena Ploso dulu merupakan salah satu desa produsen tembakau terbaik. Jadi saya hanya bisa bilang “Oh”.
Pembuatan benang dari serat getah batang teratai
Yang menarik bagi saya justru workshop pembuatan kain dari getah batang tumbuhan teratai. Batang teratai yang panjang tersebut dipatahkan jadi dua dan serat yang bergetah dikumpulkan satu persatu, ketika terkumpul selanjutnya akan dipintal menjadi benang dan baru bisa diolah menjadi kain, hasilnya adalah kain yang berserat kasar. Bayangkan berapa ribuan batang teratai yang dibutuhkan untuk membuat selembar kain. Setelah melihat proses pembuatan benang dari getah teratai kami dipandu pegawai untuk melihat proses pembuatan kain sutra dengan menggunakan mesin tradisional dan dikerjakan dengan manual, tentu saja setelah itu kami dibawa ke toko yang menjual baju-baju sutra. Saya hanya melongo melihat harganya yang di atas budget saya keliling Myanmar dalam seminggu. Glekkk!!!!
Sutra tenun
Jadi wisatanya apa di Inle? Windows shopping itu wisatanya hahahaha… pintar sekali mereka mengemasnya, alih-alih touring keliling danau Inle ternyata hanya mengunjungi toko yang mengapung di atas danau satu persatu. Menarik sebenarnya melihat kehidupan masyarakat sekitar yang tinggal di rumah apung dan semua kegiatan dilakukan di atas air. Apalagi salah satu highlight di Inle adalah melihat nelayan yang mencari ikan di tengah danau dengan menggunakan teknik mendayung dengan satu kaki dan teknik tersebut memang hanya terdapat di Inle. Lucunya mereka akan mulai mendayung dengan kaki ketika banyak turis berkumpul untuk memfoto mereka, apalagi kalau bukan karena uang hahaha. Atau kalau beruntung kalian bisa melihat migrasi burung yang katanya beberapa jenis burung jarang ditemukan atau dilihat ada di sini pada bulan Desember atau Januari, memang Inle termasuk kawasan konservasi. Saya sih bukan ahli perburungan jadi saya nggak paham mana burung langka dan mana yang tidak.
Satu-satunya tempat bersejarah yang saya kunjungi adalah reruntuhan pagoda-pagoda di Indein, walau saya yang sudah muntah candi dan pagoda selama di Bagan tapi reruntuhan stupa di sini begitu berbeda. Saya merasa kalau reruntuhan di sini di renovasi akan tidak menarik lagi. Sayangnya tidak ada catatan sejarah mengenai tempat ini kapan dibangun, sungguh misterius. Jangan harap menemukan tempat makan ketika keliling di danau, satu-satunya kesempatan untuk makan adalah di Indein yang terdapat beberapa warung. Atau tukang perahu akan membawa ke restoran apung yang mungkin satu-satunya dan kita tidak ada pilihan lain selain harus makan di situ, maklum dia kan dapat komisi dari pemilik restoran.
Reruntuhan Indein
Selesai berkeliling kami kembali ke hotel untuk menumpang mandi dan wifi gratis kemudian melanjutkan untuk melihat hiruk pikuk kota kecil Inle dengan jalan kaki. Segelas chai dan samosa di warung India muslim mengakhiri perjalanan saya di Inle. Happy Traveling!!!
Wah keren FR nyaa…
sayang waktu itu ditawari jalan2 begini cancel karena hal yang tak mungkin saya tuliskan
:p
jadi jadi kenapa? tuliskan dong pliiiiissss
Baru baca blogmu mas alid 😉 .akhir thn aku ada rencana k myanmar jg.eh itu paling sebel klo dibawa jln tp ujung2 nya k tmpat blnja ya… Trs klo g beli apa2 mlh ujung2 nya ga enakan… Bnran ga ada wisata lainnya di inle yaa…
ehehe so far kemarin itu sih hahaha, sama ke kuil kucing yg banyak kucingnya, terus sama kuil apa gitu, udah bosen sih kuil2 hahah… trus ada floating market tapi hanya hari tertentu dan kebetulan hari itu gak ada 🙁
pengalaman naik kapalnya sih seru dan dimana mana ada air 🙂
ehh? kak Fanny mau ke Myanmar juga ? :(( :((
im dying to go to Myanmar :((
pengen banget hot air baloonan itu diatas candi candi :((
hot baloon gak kuat bayarnya hahha 300 dolaaaaaaarrr
Reruntuhan itu sengaja di biarkan yaa kak ???
Kayaknya begitu deh om, gak ada sejarahnya sama sekali dan pemerintah ngebiarin gitu ajah,,, tpi di atas itu ada kuil modern sih yak ^^
area mainnya udah di luar negeri aja ya.. kapanlah bisa kesana…
ya sudah menyimak perjalanannya aja 😀
kapan-kapan lah ^^
Lid, mbak yg pakai syal di foto 1, itu pegawai hotel juga?, ko di pipinya pakai koyo ya? 😀 .
Motif tenun sutranya mirip di beberapa propinsi di Indonesia 🙂 .
Itu bedak, namanya Tanaka tante, hampir orang sana pake gituan utk aktivitas, anak kecil sampe orang tua, laki perempuan juga ^^
saya gak gitu merhatikan motifnya hehehe
Eh.. keren Lid itu bapak2 yang ngayuhperahu di ujung sampan. Apa ga bakal kebalik tu perahu?
Btw, yang paling menarik buat saya pembuatan kain dari serat teratai. Keknya blom pernah nemu
Nah itu dia mendayungnya pake kaki doang,,, dan hanya ada di Inle keknya… Yup dan hasil kainnya kasar tapi muahal beuuuuuuutt >_<
Jadi inget sama tukang becak di Jogja sama tukang tuk-tuk di Bangkok. Ternyata mereka adalah ‘sales’nya para pemilik toko hehehe. Tapi reruntuhan candinya keren lho itu. Coba candi bata di Nganjuk dan Mojokerto dikelola bagus ini ya :'(
eh Nganjuk juga ada candi? pinggir endiiiiiiii….
nah kemarin nyinyir di twitter gara2 tukang becak yogya hahahaha
Salah satunya ada di sini *tunjuk dada* 😀
http://adiedoes.blogspot.com/2012/09/angkor-wat-di-nganjuk.html
Salah duanya, ada di lereng Gunung Wilis. Kalau menuju Sedudo, biasanya ada papan penunjuk jalan gitu ke arah candi di daerah Ngetos 🙂
ke tekapeh ^^
kalau ada vidionya seru itu ya mas, nelayan mendayung dengan kaki, tekniknya bukan sembarang teknik. hehe.
wah gak kepikiran bikin video waktu itu :p
itu tukang perahunya kayak tukang becak disini ga sih lid?
kan kalo diajak muter-muter malioboro, terus kita ga beli apa-apa suka diocehin gitu :((
enggak sih orang ongkos sewanya aja uda lumayan bingit buat dia ^^
eh? ternyata mahal juga yah?
di Myanmar juga setiap masuk beberapa kota gitu ada tarifnya kan yah, itu bisa beda2 ga sih lid? *trauma calo*
Yup, masuk Mandalay 10 dolar, Bagan 15 dolar, Inle 10 dolar, Yangon yg mahal kuil Shwedagon 8 dolar -__-
kamu jalan2 terus kak…
pengin… 😐
aku pengen ke disneyland 😐
Tertarik deh sama kainnya, tapi kayaknya mahal banget ya? :))
banget, paling mureh sejutaan deh haha
Mendayung dengan kaki? Omagaaad sounds crazy! Haha. Ntar aku mau bikin yg lebih unik lagi ah, mendayung dengan lidah… Hmm makan bakso maksude. Bakso dayung lidah haha
gelem aku cak baksone haha
suka ma reruntuhan kuin indeinnya kak….wahhhh coba ada sejarahnya pasti lebih asik tuh hrhr
iyap, gak jelas pokoknya haha
kuilnya bagus, sayang ada tumpukan2 reruntuhan ya
Waah.. keren yaa… Cuma ya itu.. ribet juga nyebutin nama daerahnya ya…
Salam kenal dari Adelays,
Sekalian memberikan informasi kalau berminat ikut lomba ngeblog berhadiah Rp. 12.500.000, saya share disini :
http://adelays.com/2014/05/02/lomba-nge-blog-berhadiah/
reruntuhan pagoda Indein-nya keren, mas Alid. Sebelum runtuh pasti keren banget kayaknya tuh.