Wisata Gereja di Kochi, India

Vasco da Gama meninggal di kota ini, Kochi selama berabad-abad menjadi kota pelabuhan paling sibuk. Saudagar dari Yunani, Tiongkok, Arab, Yahudi, dan lain sebagainya singgah serta berniaga di kota yang di sebut sebagai Queen of Arabian Sea yang memang letak geografisnya langsung menghadap ke Laut Arab. Laksamana Cheng Ho juga pernah mampir ke sini pada abad ke-15 karena memang Kochi termasuk rute utama pelayaran Cheng Ho.

Kochi pernah dijajah Portugis selama 160 tahun, Belanda menguasai Kochi selama 112 tahun, dan di tangan Inggris selama 152 tahun. Kota yang penuh dengan sejarah masa lalu, kota yang sudah kenyang makan asam garamnya kehidupan. Nggak heran banyak bangunan tua yang masih ada, tersisa, terbengkalai, terbuang, dan terlupakan seperti nasib para jomblo #ditabok

Asal usul kata”Kochi” sendiri tidak pasti. Bisa jadi dari kata “Kochu Azhi” yang bermakna Laguna Kecil dalam Bahasa Malayalam atau bisa juga “Kaci” yang berarti Pelabuhan. Pengaruh Eropa mendominasi bangunan di Kochi, mulai dari gereja hingga kuburan. Pusat dari segala tempat menarik berada di Fort Kochi, saya pikir itu nama sebuah bangunan karena fort sendiri berarti benteng. Ternyata itu nama sebuah wilayah. Tidak perlu kendaraan khusus untuk keliling Fort Kochi, jalan kaki sampai gempor pun kelar.

“Is Kochi very cold?” Tanya mbak resepsionis hostel murah tempat saya menginap ketika saya akan keluar hostel untuk berkeliling. “No, it’s very hot instead,” “Then why you wearing a jacket?” Waktu itu saya memakai kaos dipadu kemeja denim. “To protect my skin from sunburn,” jawab saya singkat. “Why? You don’t like your dark skin? You have beautiful skin? I’m jealous.” Hah? Kulit kucel kumel item begini dibilang biyutiful. Emang sih saya manis. Uhuk.

Saya terperangah begitu melihat bangunan tua indah nan megah di depan mata. Santa Cruz Cathedral Basilica adalah gereja terindah yang pernah saya kunjungi. Di bangun oleh Portugis pada tahun 1558 bergaya gotik. Saya berlama-lama di depan gereja hanya untuk berfoto dengan berbagai gaya. Mumpung masih sepi belum banyak pengunjung.

Penguasa Kochi Raja Unni Goda Varma Tirumulpadu mengijinkan Portugis membangun benteng dan gereja di sini karena membantu Kerajaan Cochin berperang melawan musuhnya. Gereja ini juga menjadi saksi bisu kejahatan perang. Pernah dihancurkan tentara Inggris dan dibangun kembali oleh misionaris. Gereja ini statusnya dinaikkan jadi Katedral oleh Paus Paul IV di tahun 1558. Dan naik lagi menjadi Basilika tahun 1984 oleh Paus John Paul II. Asli saya nggak mengerti perbedaan katedral dan basilika. Mungkin kalau di Islam ada musholla dan masjid untuk tempat ibadah yang lebih besar.

Setelah dari gereja saya melipir ke pusat keramaian Fort Kochi di Taman Jawahar dekat pesisir. Saya sarapan di warung kaki lima di sudut jalan antara persimpangan Tower Street dan Rose Street. Banyaknya orang yang keluar masuk warung kaki lima tersebut menggoda saya untuk mencoba sarapan di situ.

Seminggu di India saya makan masakan yang tidak begitu menggugah selera. Saya pesan semacam tiwul untuk pengganti nasi tapi rasanya tawar, lauknya ikan laut yang entah di masak apa tapi rasanya seperti saya makan di rumah makan Padang. Sumpah nendang banget, berasa nemu harta karun di tempat yang tidak semestinya.

“Assalamu’alaikum Bhaiya, where you from? Is it good?” Pedagang kaki lima tersebut menjadi super ramah ketika saya melihat-lihat sambil motret dagangannya. “You have to lunch or dinner here before you come back!” Imbuhnya begitu dia tahu saya akan meninggalkan India nanti malam. Yup Kochi adalah kota terakhir yang saya singgahi selama seminggu di India. Saya mengiyakan walau akhirnya nggak kembali lagi makan di situ karena harus mengejar bus ke bandara.

Kenyang sarapan saya melipir ke pantai yang nggak bersih-bersih amat. Mirip-mirip dengan pantai di utara Jawa yang airnya coklat. Di sekitaran Vasco Da Gama Square saya melihat puing-puing Emmanuel Fort. Tidak terurus dan terbengkalai begitu​ saja. Saya melihat masih ada meriam tergeletak di sana. Dua boiler berkarat dimakan zaman masih bertahan berdiri menunggu nasibnya dirobohkan suatu saat.

Tidak jauh dari Emmanuel Fort ada Chinese Fishing Nets atau di sana di sebut Cheena Vala yang dibangga-banggakan Dinas Pariwisata Kerala. Hanya sebuah jaring untuk menangkap ikan yang tingginya bisa mencapai 10 meter dan butuh enam orang untuk mengoperasikan jaring penangkap ikan tersebut. Unik karena teknik menangkap ikan tersebut yang tidak umum di India dan hanya ada di Kochi dan Kollam. Menurut catatan bahwa teknik jaring tersebut dari Makau yang dikenalkan ke Kochi oleh bangsa Portugis. Yang tersisa di pesisir Fort Kochi pun bisa dihitung dengan jari, beberapa sudah lenyap. Jaring-jaring tersebut akan sangat fotogenik saat matahari terbenam.

Ketika saya mendekat ke nelayan dan mengamati hasil tangkapannya, seseorang menawarkan diri untuk mempraktikan cara menggunakan jaring tersebut dengan membayar beberapa Rupee. Tapi saya menolak karena duit yang tersisa hanya cukup untuk naik bus ke bandara dan makan malam saja. Ngenes.

Dari pesisir saya jalan menuju kuburan Belanda, sayang seribu sayang makam Belanda yang menarik perhatian saya ditutup. Hanya bisa puas mengintip lewat lubang di pintu. Sepertinya memang tidak pernah dibuka untuk umum.

Ada rumah seorang Uskup yang dijadikan museum Indo-Portugis. Dikarenakan sepi, sang penjaga tiket menemani saya keliling museum dan menjelaskan satu persatu koleksinya yang luar biasa. Begitu masuk museum saya seperti ditarik ke dunia yang berbeda. Saya tidak di India, saya di Eropa. Bayangkan saja banyak benda-benda terkait kekristenan dari masa kolonial Portugis dipajang di sini sehingga suasananya benar-benar seperti di Eropa.

Yang menarik ada satu emblem yang gambarnya mewakili kerukunan umat beragama di Kerala. Seingat saya ada salib yang kristen, trisula hindu, dan bulan atau bintang yang mewakili Islam, saya tidak begitu yakin. Semua simbol dijadikan satu. Saya mencoba mencari di internet belum juga ketemu simbol tersebut. Saya tidak bisa mengambil gambar di seluruh area museum karena dilarang keras oleh petugas. Satu-satunya gambar yang boleh saya ambil adalah kartu pos yang dijual mahal. Karena cetakannya jelek saya tidak beli satupun.

Gereja St. Francis tercatat sebagai gereja bergaya Eropa paling tua di India. Meskipun tidak sebagus Santa Cruz tapi gereja yang dibangun pada tahun 1503 tersebut lebih banyak pengunjung. Daya tariknya tentu saja makam Vasco da Gama di gereja ini. Walau jasadnya sudah dipindahkan ke Lisbon, Portugis, setelah 14 tahun dimakamkan di sini.

Vasco da Gama didapuk sebagai seorang yang pertama kali menemukan jalur laut dari Eropa menuju Asia melalui Afrika. Zaman dulu belum ada tiket promo pesawat, jadi bisa dibayangkan berapa lama berlayar hanya untuk ke tempat tujuan. Da Gama memulai berlayar pada tanggal 8 Juli 1497 dari Portugis dan tiba di Calicut, India, pada tanggal 20 Mei 1498. Duh mabok laut ngebayanginnya. Vasco da Gama tiga kali melakukan pelayaran ke India, dan pada kunjungan ketiga beliau meninggal karena malaria. Ada yang menyebutnya kena bakteri Antraks.

Dari Fort Kochi saya berpindah ke area Mattancherry yang dulunya menjadi tempat tinggal orang-orang Eropa. Saya naik perahu boat untuk menyebrang ke Mattanchery. Tepat di depan terminal penyebrangan terdapat Mattancherry Palace. Istana ini dibangun oleh Portugis pada abad ke-15 dan dihadiahkan ke Raja Cochin. Membayangkan betapa megahnya di dalam saya segera ke loket tiket. Dan menerima kenyataan pahit bahwa kalau hari Jumat istana ini tutup. Nangis gero-gero di pojokan.

Kecewa karena tutup saya melipir ke Sinagoga tempat ibadah umat Yahudi di Jews Town yang jaraknya dekat sekali dengan istana. Sinagoga ini juga usianya tidak kalah tua dengan bangunan bersejarah lainnya di Kochi, menurut catatan dibangun pada abad ke-15. Sampai di depan pintu masuk lagi-lagi saya harus kecewa karena juga tutup di hari Jumat. Ngeselin kaaannn. Padahal ini hari terakhir saya di India hiks.

Kalau memang tutup kenapa banyak pedagang souvenir buka di sekitar istana dan sinagoga. Di jalanan menuju sinagoga banyak pemilik toko souvenir menyapa saya “Assalamualaikum bhaiya, come in” dan menarik tangan saya untuk masuk ke tokonya. Walau saya nggak mungkin beli karpet tapi nurut aja masuk disuruh lihat-lihat sama bapaknya.

Satu-satunya tempat yang bisa saya singgahi di Mattancherry adalah Church of Our Lady of Life yang merupakan gereja Suriah Ortodoks. Salah satu gereja bersejarah di India karena di gereja inilah dilaksanakan Koonan Kurishu Sathya atau Oath by Bent Cross yang katanya peristiwa tersebut penting dalam sejarah Kekristenan di India. Saya nggak paham itu sumpah tentang apa. Secara singkat saya membaca bahwa umat Kristen di Kerala saat itu menolak dominasi Kristen yang dibawa Portugis dan bersumpah untuk tidak menerima pendeta Yesuit Portugis.

Lagi enak berpose tiba-tiba orang ini datang dan masuk ke frame, deuh ngobrol dong kalau motret arteeesss

Kochi sejak dahulu memang menampung banyak bangsa dari berbagai belahan benua dengan latar belakang dan agama yang berbeda. Dari mulai Hindu, Kristen, Jain, Yahudi, dan Islam, hidup rukun selama berabad-abad. Mereka saja bisa rukun masa kita enggak?

Dengan dipostingnya tulisan ini berarti cerita tentang petualangan saya di India Selatan selesai. Apakah saya akan kembali lagi ke India? Tentu saja, seribu kalipun saya tidak akan pernah puas jalan-jalan di India. I’ll be back.

Happy Traveling!

Alid Abdul

Travel Blogger asal Jombang yang hobinya traveling dengan gaya backpacker. Blog ini adalah kumpulan cerita dari mimpi-mimpinya yang menjadi kenyataan.

View Comments

  • Ini Cochin yang jadi salah satu pangkalan dagang itu ya Mas? Keren euy keragamannya, terus di sana meski ganti-ganti penguasa dengan agama yang beda-beda (contohnya antara Portugis dan Belanda) tapi tidak semua tempat ibadah untuk agama penguasa lama dihancurkan. Coba kalau di Indonesia, haha. Entah ya mungkin Indonesia iklimnya lebih panas. Eh dibanding Indonesia udaranya lebih panas mana sih, Mas?
    Wuih ada yang dibangun 1503, Majapahit baru runtuh. Hebat ya bisa bertahan setengah milenium lebih. Itu boiler dulu dipakai buat apa, Mas? *mohon maaf wisatawan mager satu ini banyak banget nanyanya, haha.
    Duh, Queen of the Arabian Sea. Sodaraan sama Jakarta kali dia, hihi.

    • Iyes namanya resmi diganti jadi Kochi oleh pemerintah India. Ada yang beberapa dihancurkan terus dibangun kembali sih, ada yang dibiarkan dan dipakai ibadah juga.

      Kalau panasnya sama kayak di Jombang yang makin hari makin hot haha.

      Steam boiler yang mangkrak itu dulu dipakai untuk menggerakkan mesin derek galangan kapal. Bahan bakarnya tentu saja dari kayu, batu bara.

      Eh kok bisa sodaraan sama Jakarta?

      Wah iya aku baru kepikiran runtuhnya Majapahit. Seru juga yak kalau nyari event-event penting di dunia yang tahunnya sama kayak kerajaan-kerajaan di Indonesia. Terus Portugis udah kemana-mana dong haha.

      • Jombang nggak hot kok Mas, terakhir lewat malah adem banget. Eh itu mah gara-gara saya ada di dalam bis patas yak, haha. Hoo untuk galangan kapal... wah bangunan galangannya sudah hancur kalau begitu ya, soalnya yang tersisa tinggal boilernya.
        Iya sodaraan Mas, kan sesama Queen, Kochi itu Queen of the Arabian Sea sedangkan Jakarta itu Queen of the East, hehe #mekso.
        Yup setuju Mas, cuma mungkin Portugis belum ketemu Majapahit soalnya mainnya baru di pesisir sedangkan Majapahit letaknya kan agak di pedalaman, hehe.

  • Yang paling bawah walaupun fans kamu mendadak masuk, tapi kece ya fotonya. Mungkin dia tahu di Indonesia kamu femes dan banyak hatersnya syalalala

    • Nah kalau mandi di sungai gangga ke Rishikesh aja, atau mau paling ekstrim ke Varanasi hehe. Aku yang ke Varanasi pengen nyebur aja gak jadi ahha

  • India ternyata punya banyak peninggalan gedung-gedung bersejarah yang masih bisa dinikmati hingga kini : ). termasuk dari kebudayaan barat.

  • hahahahah itu percakapan "I love your skin" ketoke kok palsu yo kwkwkwkwkkwkw .. bendino henbodian lengo klentik cak!

  • buset kochi dijajahnya lama amat sampe ratusan taun sama portugis, belanda, inggris.
    di bilang biyutiful untung ga di sangka personel CHERYBELLE #ditabok

    • Ya apa kabar Indonesia yang juga ratusan tahun dijajah Belanda hayo. Duh aku membernya Super Junior kaaaakk >_<

  • dan mereka ramah, saya kira mereka semarah orang indonesia, mudah senyum, suka menyapa, dan membantu.

    ini pergi sendiriaN?

    welehh... i jealous with ur skin, hah,

    • Ramah, karena kita orang asing bagi mereka. Indonesia juga ramah kalau ketemu bule hahaha. Yup ini perjalanan saya kedua ke India dan sendirian :)

Recent Posts

Reuni di Gunung Tanggung

"Hid weekend ini nganggur nggak? Kamping yuk!" Saya mengontak seorang kawan bermain saat kecil dahulu,…

Maret 1, 2021

Oh Ranu Kumbolo

Tahun 2020 sungguh ambyar pokoknya, ajuuuuuur juuuuuuummm. Apalagi kalau bukan karena Koronamaru. Semua mimpi dan…

Februari 24, 2021

Danau Toba, Saya Datang!

“Cabin crew, prepare for landing!” Begitu pilot mengumumkan akan segera mendarat, saya langsung menegakkan sandaran…

Juli 27, 2020

Mencret di India

Saya melewatkan sarapan di hostel karena jam makan pagi adalah jam 9, yang bagi saya…

Juli 21, 2020

Kepanasan di Udaipur

Banyak plang-plang bertuliskan "Watch Octopussy Movie Every Evening 7 pm" di gang-gang jalanan Udaipur. Film…

Juni 10, 2020

Kangen Jogja

Hari ini adalah Lebaran hari ketiga, sumpah Lebaran tahun ini sungguh sangat aneh. Beberapa masjid…

Mei 26, 2020