Empat Kuliner Wajib Wonosobo

Sudah tiga kali saya ke Diang dan kemarin itu saya ke sana lagi, iya lagi. Tapi kunjungan kali ini terasa lebih istimewa karena bertajuk #FamTripJateng atau judul panjangnya Familiarization Trip Jawa Tengah. Jadi saya yang blogger paling ngehits se-Jombang dioleh Dinas Pariwisata Jawa Tengah untuk jalan-jalan bareng sama para travel blogger kondang ke Dieng. Terus kapan saya yang warga Jawa Timur diundang Dinas Pariwisata Jawa Timur #eh

Seperti yang saya tulis di postingan sebelumnya bahwa saya bukan pemburu kuliner tingkat dewa yang kalau ke suatu daerah harus berburu makanan khas daerah tersebut sampai dapat. Kalau sempat ya makan, kalau nggak yah akhirnya menyesal juga karena nggak nyobain hahaha. Beruntung di #FamTripJateng kemarin panitia menjadwalkan acara untuk memanjakan lidah dan perut hehe. Apasih panganan yang wajib dicicipi di Dieng? Simak yak!

Manisan Carica

Saya mencicipi Manisan Carica justru pada kunjungan kedua saya ke Dieng saat mendaki Gunung Prau bulan Juni kemarin. Karika atau Carica, entah bagaimana cara membaca yang benar karena ada yang nyebut Karika dan ada juga yang nyebutnya Carica, tapi di label ditulis “Carica” yah asal bukan “Caca Marica” saja hehehe. Nggak tahu asal muasalnya kenapa buah asli Pegunungan Andes di Amerika Selatan sana bisa nyasar ke Dataran Tinggi Dieng, yang jelas buah yang termasuk keluarga pepaya ini hanya dapat tumbuh di pegunungan atau dataran tinggi di atas 1400 m dpl, makanya disebut Pepaya Gunung karena masih masuk dalam keluarga pepaya dan hidup di ketinggian. Tanaman Carica banyak di temui di pinggir jalan Wonosobo – Dieng.

Sebelum diolah jadi manisan rasa buahnya asam dan cenderung hampir tidak berasa tapi aromanya begitu kuat, harum, antara bau salak dan kelengkeng. Ah nanti di postingan berikutnya saya akan bercerita tentang kunjungan saya ke pabrik manisan carica. Yang jelas jangan lewatkan mencicipi manisan carica jika berkunjung ke Wonosobo.

Purwaceng

Sama seperti Carica saya mencicipi Purwaceng pada kunjungan kedua saya ke Dieng. Purwaceng bukan makanan sih tapi melainkan minuman herbal yang terbuat dari tanaman dengan nama yang sama. Katanya sih ini Viagra-nya Jawa atau Ginseng Jawa, setelah minum ini katanya sih langsung greng di ranjang, uwooowww saya masih di bawah umur. Terus kenapa saya minum juga? Ya biar greng gitu haha. Halah, khasiatnya bukan untuk menambah vitalitas pria saja kok, bisa juga untuk menghangatkan badan, menghilangkan rasa sakit, menurunkan panas, dan banyak lagi, iya itu hasil googling hahaha. Ya kayak minuman berenergi macam kratingdaeng gitu.

Sebenarnya saya penasaran dengan bentuk tanaman dan rasa aslinya, yang saya minum adalah hasil olahan dan sudah dicampur gula dan susu. Tinggal sobek, tuang, seduh air panas, dan minum. Dasarnya saya suka rasa jamu jadi lidah saya bisa menerima rasa purwaceng tapi karena sudah olahan begitu rasa jamunya nggak begitu kuat, masih menang rasa jamu beras kencur mbok-mbok. Tahu nggak saya nulis postingan ini sambil minum purwaceng loh, hasil nyolong dua bungkus kemarin di Dieng wakakakaka.

Mie Ongklok

Memalukan, dari pertama kali ke Wonosobo saya bersumpah harus mencicipi kuliner paling khas ini, tapi justru baru kemarin saya bisa makan Mie Ongklok. Mie direbus bersama sayuran kol dan kucai dengan menggunakan keranjang kecil dari bambu yang disebut Ongklok, makanya namanya Mie Ongklok. Disajikan dengan siraman kuah yang terbuat dari tepung tapioka yang dicampur gula jawa dan ebi, selain itu juga diguyur dengan bumbu kacang. Rasanya? Manis banget kayak saya. Saking manisnya saya berkali-kali minta cabe hijau tidak juga diantar, habis katanya. Pelengkap Mie Ongklok adalah Sate Sapi, Geblek semacam cilok goreng, dan Tempe Kemul. Cobain deh!

Mbaknya lagi meng-ongklok-ongklok

Tempe Kemul

Tempe Kemul adalah juara dari segala juara kuliner di atas, saya memang fans berat gorengan haha. Tempe Kemul di Wonosobo itu beda dengan di Jawa Timur, kalau di tempat saya irisannya tebal tapi kalau di Wonosobo tempenya tipis, renyah, bonus tepungnya juga banyak. Nah saya lebih suka yang begitu. Jajanan khas ini mudah ditemui hampir di sudut kota, sepertinya Tempe Kemul sudah mendarah daging dan masuk sum sum tulang rakyat Wonosobo. Lebih nikmat lagi kalau dimakan hangat-hangat dengan cabe rawit hijau yang super pedas itu. Saya bisa loh makan 5 cabe dengan 1 biji tempe kemul, serius. Dan saya bisa makan 10 biji tempe kemul sendiri, ah itu sih saya memang rakus haha.

Happy traveling and happy eating!!!

NB: #FamTripJateng kemarin mengunjungi Dieng yang berada antara di Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Dan telah terjadi bencana alam tanah longsor di Dusun Jemblung RT 05 RW 01, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara. Puluhan rumah yang dihuni sekitar 300 jiwa dari 53 keluarga tertimbun tanah longsor pada Jumat sekitar pukul 17.30 WIB. Mari berdoa untuk saudara-saudara kita #PrayForBanjarnegara

Baca juga postingan lain tentang #FamTripJateng

Alid Abdul

Travel Blogger asal Jombang yang hobinya traveling dengan gaya backpacker. Blog ini adalah kumpulan cerita dari mimpi-mimpinya yang menjadi kenyataan.

View Comments

Recent Posts

Reuni di Gunung Tanggung

"Hid weekend ini nganggur nggak? Kamping yuk!" Saya mengontak seorang kawan bermain saat kecil dahulu,…

Maret 1, 2021

Oh Ranu Kumbolo

Tahun 2020 sungguh ambyar pokoknya, ajuuuuuur juuuuuuummm. Apalagi kalau bukan karena Koronamaru. Semua mimpi dan…

Februari 24, 2021

Danau Toba, Saya Datang!

“Cabin crew, prepare for landing!” Begitu pilot mengumumkan akan segera mendarat, saya langsung menegakkan sandaran…

Juli 27, 2020

Mencret di India

Saya melewatkan sarapan di hostel karena jam makan pagi adalah jam 9, yang bagi saya…

Juli 21, 2020

Kepanasan di Udaipur

Banyak plang-plang bertuliskan "Watch Octopussy Movie Every Evening 7 pm" di gang-gang jalanan Udaipur. Film…

Juni 10, 2020

Kangen Jogja

Hari ini adalah Lebaran hari ketiga, sumpah Lebaran tahun ini sungguh sangat aneh. Beberapa masjid…

Mei 26, 2020