Magisnya Mentari Terbit di Ujung Utara Filipina

34

Setelah berjuang melawan macetnya Manila, saya sampai di pool bus di Sampaloc dengan naik taksi dari bandara Ninoy Aquino. Kebiasaan buruk saya ketika touch down di suatu tempat nggak istirahat dulu. Maunya segera jalan biar waktu liburnya bisa maksimal dan bisa ke banyak tempat, akibatnya badan remuk redam. Setelah terbang selama 3 jam 20 menit dari Kuala Lumpur ke Manila, saya berencana ke Pagudpud di Provinsi Ilocos Norte di ujung utara Filipina yang ditempuh sekitar 10 jam perjalanan.

Setelah beli tiket bus di konter pembelian, saya ke minimarket untuk nyari ransum selama perjalanan. Jujur saya belum makan semenjak menginjakkan kaki di negeri yang dijuluki Lumbung Padi Asean. Nyari makan juga nggak bakalan sempat karena bus akan segera berangkat. Jadilah perjalanan selama 10 jam dalam bus ditemani biskuit dan keripik kentang saja.

Busnya nggak istimewa, biasa saja. Seperti bus-bus ekonomi di Pulau Jawa, hanya duduknya memang dua-dua tiap baris. Meskipun begitu tetap terasa sempit. Selama perjalanan diputar film Hollywood, sudah layar monitor di depan kecil, suara nyaris dibuat senyap. Kesal nggak mengerti filmnya lagi ngomong apa karena subtitle tidak ada dan suara hanya sayup-sayup. Akhirnya saya putuskan untuk tidur sepanjang perjalanan.

Saya turun di sebuah pertigaan, sekitar 10 km sebelum pusat kota Pagudpud. Bodohnya saya, kenapa nekat turun di tengah antah berantah ketika semuanya masih gelap gulita. Jam di tangan saya menunjukkan pukul 5 subuh. Tujuan saya memang nggak ke Pagudpud, melainkan ke Bangui. Seharusnya saya turun di Bangui, tetapi saya ketiduran hingga beberapa kilometer dari tujuan awal. Beruntung saya nggak sendiri, ada seorang mas-mas membawa koper besar yang juga turun di pertigaan yang sama. Merasa senasib dia mencoba ngajak ngobrol, dan saya hanya bisa menjawab “I’m sorry, I can’t speak Tagalog, I’m from Indonesia”. Raut mukanya mendadak berubah begitu tahu saya dari Indonesia. “INDONESIA? WHAT ARE YOU DOING HERE?”

Lumayan ada teman ngobrol sembari menunggu munculnya cahaya. Kemesraan kami dibuyarkan oleh bapak-bapak penjaja ojek yang agresif menawarkan jasanya. Dan saya ditinggal sendiri sama masnya tanpa harta gono-gini. Mbok pikir! Masnya buru-buru kerja soalnya jadi nggak bisa nemenin lama-lama. Setelah kepergian masnya, tukang ojek makin agresif pedekate ke saya. Semua tawaran keliling Pagudpud saya tolak, saya nggak tertarik mengunjungi tempat wisata yang ada di Pagudpud. Isinya hanya keliling satu pantai ke pantai lainnya. Kalau cuma pantai saya nggak perlu jauh-jauh sampai Filipina. Di negeri sendiri banyak pantai cantik. Saya hanya mau ke Bangui.

Setelah deal harga dengan bapak ojek. Saya menaiki bangku penumpang di samping motor. Niatnya sih menunggu bus umum, tetapi belum ada yang lewat satupun karena masih terlalu pagi. Dan saya capek menghadapi bapak ojek yang tidak menyerah mengoceh. Meskipun membayar lebih mahal, saya tidak menyesal naik ojek. Karena saya bisa menyaksikan magisnya matahari terbit di salah satu tempat terindah di Filipina, yaitu di Pantai Bangui. Cerah dan sempurna. Sebenarnya nggak ada yang istimewa kalau hanya matahari terbit di tepi pantai. Banyaknya kincir angin raksasa di tepi Pantai Bangui menambah kesan dramatis munculnya sang mentari.

Jauh-jauh saya belain ke Bangui hanya demi untuk melihat kincir angin raksasa yang jumlahnya ada 20. di Indonesia sendiri juga ada kincir angin raksasa yang mirip di Bangui, di Sidenreng Rappang atau biasa disingkat Sidrap di Sulawesi Selatan. Dan sudah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Juli 2018. Bahkan jumlahnya 10 lebih banyak dari pada yang ada di Filipina ini. Mumpung di Filipina, nggak ada salahnya kemari dulu sebelum ke PLTB yang ada di Sidrap.

Kincir-kincir raksasa tersebut adalah sumber daya yang menopang banyak kehidupan manusia sehari-hari di Ilocos Norte. Dari setiap kincir angin tersebut menghasilkan daya listrik sebesar 1.65 Megawatts. Kalau kamu kesetrum dengan daya sebesar itu pasti goodbye. Bangui Windmills tercatat sebagai PLTB atau Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (Angin) terbesar di Asia Tenggara.

Main ke pembangkit listrik nggak pernah semenarik ini. Apakah aman main ke pembangkit listrik? Kincir anginnya tersebar di ruangan terbuka dan nggak ada pagar ataupun sesuatu yang menghalangi siapapun untuk memegang. Bangui Windmills menjadi ikon wisata Provinsi Ilocos Norte. Selebaran wisata nggak luput memasang foto kincir angin raksasa setinggi 70 meter itu di promosinya.

Yang paling menyenangkan adalah sepi dari turis. Dari saya datang sampai saya pergi. Hanya terlihat empat cewek yang foto-foto, dan satu pasangan suami-istri. Sementara saya sendiri konyol memasang tripod dan lari ke sana kemari. Tukang ojek yang sawa sewa melihat dari jauh kelakuan abnormal saya, pasti dia menggumam “WONG GENDENG”. Aukh akh gelap, yang penting saya harus kelihatan gorgeous dalam foto meskipun belum mandi sejak kemarin.

Happy travelling!

34 KOMENTAR

  1. Kalau kamu turun di tempat yang salah itu bagiku sudah kebiasaanmu mas. Kalu aja waktu ngajak kami ngebis di Surabaya malah mau kamu ajak turun di jalan tol. Kurang joss piye cobo.

    Jangan-jangan tahun depan kamu bakal main ke Sindrap juga mas, kan di sana ada kincirnya hahahahh

  2. Sakno ne, Tiwas di grepe grepe nang pertelon tapi nggak ditinggali harta gono gini dadine streesss foto foto nggak jelas nang pantai dewean.

  3. kayaknya cocok untuk jadi lokasi pembuatan video klip, lari sana-sini bareng orang terkasih dan terus jadi inget gaya video musik era 90an wkwkwk.

  4. Luar biasa jek iso turu dalam keadaan lapar. Opo mergo wes kuesel banget sampe iso turu? Ha mbok tumbas sari roti sobek kae mas. Lumayan 😐

    Nek dibilang amankah main di deket kincir angin? Aman-aman aja sih. Di Pantai Pandansimo kae juga ada kincir angin (meski nggak segede itu) tapi yo gak ada masalah ki. Wes kokoh.

  5. Ya ampun Mas perjuangan banget, tapi ngenes. Udah kelewatan, cekcok sama tukang ojek, diliatin dan dibatin pula haha.
    Tapi untungnya terbayar ya bisa liat pantai yang banyak kincir anginnya gitu.

  6. Setelah baca tulisanmu ini, aku baru sadar lho Lid kalau Sidrap itu singkatan dari Sidenreng Rappang. Selama tinggal di sana, aku taunya ya Sidrap aja hahahaha.

    Btw, aku penasaran, kalau PLTB gitu pasti muter terus kincirnya atau nggak sih ya? Siapa tau sesekali mati angin gitu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here