Hal pertama setelah mendarat di Bandara Internasional Hasanuddin Makassar adalah cari toilet. Oke kejadian di toilet tidak perlu diceritakan hehe. Tujuan awal saya ke Makassar hanya untuk Toraja, berhubung saya mendarat pagi di Makassar jadi untuk membunuh waktu sebelum berangkat ke Toraja di malam hari maka saya sempatkan ke Maros. Ada tiga tempat menarik di Maros menurut teman-teman backpacker tapi karena keterbatasan waktu hanya dua tempat yang sempat saya kunjungi. Bantimurung dan Leang-Leang. Dan sampai saat ini saya menyesal tidak ke Rammang-Rammang.
Gerbang Masuk Bantimurung
Dari bandara menawarkan shuttle bus gratis menuju gerbang luar bandara yang jaraknya sekitar 4 km, lumayan kalau jalan kaki. Karena gratis itulah harus menunggu penumpang penuh dulu baru berangkat. Atau bis Damri yang bayar 15 ribu ke pusat kota. Saya lebih baik menunggu bis yang gratisan, toh angkot yang akan mengantar saya ke Maros ada di gerbang masuk bandara.
Orang Makassar itu katanya keras-keras dan jutek, tapi kok kenyataannya nggak begitu. Waktu saya naik pete-pete (sebutan angkot di Makassar) ditanyain ibu-ibu “Mau kemana dek, oh Maros, oh mau ke Bantimurung, hati-hati di air terjunnya, jalannya licin, banyak yang jatuh mati” tuh baik kan, sampai saya dikasih wejangan macam-macam. Atau memang saya yang terlalu menawan bagi ibu-ibu hahaha.
Bantimurung atau nama lengkapnya Bantimurung Bulusaraung National Park menarik saya karena banyak kupu-kupu di sana. The Kingdom of Butterfly atau Kerajaan Kupu-Kupu, di Bantimurung terdapat sedikitnya 250 jenis kupu-kupu. Katanya sih, toh saya ke sana nggak ada sama sekali karena bukan musim kupu-kupu. Saya hanya puas mengunjungi tempat penangkaran kupu-kupu, itupun tidak bisa masuk. Hanya diperbolehkan masuk ke kantornya dan melihat berbagai macam kupu-kupu yang diawetkan. Padahal saya sudah membayangkan akan berfoto dengan ribuan kupu-kupu di sekeliling saya. Pupus sudah.
Penangkaran Kupu-Kupu
Kupu-Kupu yang diawetkan
Satu lagi yang ditawarkan di Bantimurung adalah air terjunnya. Dari awal saya nggak niat basah-basahan jadinya saya cuma melongo melihat orang-orang bermain air. Aduh ini sih tempat rekreasi keluarga dan tempat pacaran. Agak nyesel juga ke sini karena tiket masuknya mahal, 15 ribu cing. Nggak sampai 15 menit di air terjun saya pun memutuskan cabut dari Bantimurung.
Air Terjun Bantimurung
Narsis bentar ah, jangan bilang mirip yak :p
Lanjut ke Leang-Leang yuk karena tempatnya sangat-sangat mengagumkan. Kabupaten Maros di Sulawesi Selatan termasuk area dengan Karst terluas kedua di dunia setelah Karst di Cina Selatan. Bayangkan area dengan luas sekitar 43.750 hektare dan isinya hanya batu-batuan dari zaman purbakala. Bantimurung pun masih masuk dalam kawasan Karst Maros. Dan Leang-Leang yang saya kunjungi hanya tempat wisata dengan tumpukan batu-batuan. Tapi pemandangan selama perjalanan sangat mengesankan, hijaunya padi di sawah ditambah batu-batuan hitam besar di tengahnya, ada yang berbentuk bulat besar, ada yang lancip seperti jarum. Ngeri rasanya membayangkan kembali ke masa lalu di jaman purbakala.
Batuan Purba di Leang-Leang
Tiket masuk ke lokasi Leang-Leang hanya 10 ribu dan seperti yang saya bilang isinya hanya tumpukan batu-batuan besar kecil berbagai bentuk unik. Apalagi yang ditawarkan oleh Leang-Leang? Ada yang membuat saya terperangah (cie bahasanya). Gambar telapak tangan di dinding gua dan dipercaya lukisan tersebut sudah ada sejak jaman purbakala, tidak hanya bentuk telapak tangan saja tapi ada juga gambar babi. Kata bapak guide warna merah tersebut dari tumbuhan. Saya jadi ingat film-film suku Dayak Amerika suka menggambar sesuatu di dinding gua. Ternyata hal tersebut ada juga di Indonesia, saat ini saya mecoba googling mengenai lukisan-lukisan tangan di dinding gua ternyata banyak ditemukan di Indonesia, misalnya di Papua. Saya mencoba mengulik sejarah dari lukisan purba tersebut tapi bapak guide tidak begitu mengerti, dia hanya menjelaskan kalau dulunya Maros itu adalah lautan kemudian surut dan terbentuklah gugusan karst.
Narsis Bentar ahhhh
Saat ini gua tempat lukisan telapak tangan tersebut ditutup untuk umum karena pengurus takut akan dicoret-coret oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Jadi kalau mau lihat lukisan tersebut bilang saja ke penjaga tiket kalau melihat, nanti pasti akan diantar.
Pesan Penting!!!
Wonderful Indonesia, Happy Traveling!
emang wajah lo eksotik untuk usia tante2, wkwkwk… eh, beruntunglah gw dapet tour guide yang sedikit lebih cerewet dan mengerti tentang asal-usul leang-leang… 🙂
wahahahahaha tuh kan ada yang ngakuin klo muka gue eksotis :p
eh eh tour guidenya darimana? gw dulu bapak-bapak tua gitu petugas situ juga. Duh paling nyesek kalau dapat guide yg kerja di situ tapi gak ngerti. Waktu ke museum di palangkaray jg dia gak ngerti apa2 padahal PNS dia. huft…
mirip sekali deh bagian yg dirimu bilang gak mirip…
*kabuuuuuur*
hiyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa apa kabar buuuuuuuukkkk, dah lama gak mampir ke blog ente
hahhaaa,.,, mirripp bangett Lu Bang.
:p
mirip mbek opo hayooo :p
beli oleh2 kupu2 dlm bingkai g dul hahahahaha
enggak, gak demen beli oleh2 :p
gagagagagagaga masak g punya duit hehehehehe
nice posting…salam kenal yaaa…:)
Kamu ga masuk ke gua dan liat lukisan purbanya, Lid? Penasaran pengen tau gimana lukisannya. 😀
masuklah, tuh kan ada fotonya ciitttt.. telapak tangan ituloh…
Daku sudah dua kali ke Bantimurung, dan sekali ke Leang-Leang.. Indah ya!
Yup saya justru terkesan dengan leang-leang, batu2nya kereeeeeeeeen 🙂
ke air terjunnya harusnya lo ikutan maen aer tuh biar seru
btw itu patung batu monyet mirip yak sama yang foto dibawahnya
maunya, tapi gak bawa baju ganti dodol, iye nyet gue tau lo bakal bilang gue persis :p
Lama ga mampir ke blog Alid, perjalanan kakinya sudah semakin jauh saja.
Batuan purba di Leang-leang kalau diperhatikan mirip binatang ya, Lid.
thanx infonya yaaa…bagus kupu2nya…:)
wow, luar biasa sekali ya, jadi mau piknik.