Tersiksa Naik Bus Butut Menuju Kollam, India

45

Sebagai traveler kelas hardcore (baca: kere) saya sudah terbiasa naik berbagai kendaraan yang tidak nyaman. Mulai dari naik bis malam duduk kegencet kardus barang di Myanmar selama 12 jam. Naik jeep uyel-uyelan penuh manusia yang saling gencet sikut-sikutan sampai kesemutan selama tiga jam juga pernah. Berdiri dua jam naik bis ekonomi Surabaya-Jombang juga sering. Naik kapal kecil di Pulau Moyo ke Calabai Sumbawa selama empat jam tanpa makanan hingga terpaksa saya ngemil beras mentah saking laparnya, juga pernah. Paling ekstrem saya pernah naik kereta api ekonomi dari Jombang-Surabaya, naik kereta ekonomi di mana letak ekstremnya? Bagaimana kalau naiknya di atas gerbong? Sumpah ngeri-ngeri sedap.

Bus Depot, tidak menjual makanan dan minuman

Perjalanan saya dari Munnar menuju Kollam di Kerala, India, kemarin menambah daftar catatan pengalaman kelam saya naik kendaraan yang tidak nyaman. Yah kalau boleh memilih siapa sih yang mau naik kendaraan butut. Tapi keadaan yang memaksa saya, antara memang kere atau memang nggak ada kendaraan lain.

Jam lima pagi saya sudah ganteng dan duduk manis menggigil kedinginan di terminal bus Munnar menunggu bus berangkat ke Kollam. Karena tidak ada bus yang langsung ke Kollam saya harus turun di Alappuzha dulu. Munnar bukan kota yang sibuk, jadi kalau pagi ya sepi banget. Penumpang yang ada di terminal bisa dihitung dengan jari.

Bus datang memasuki terminal dan teriakan kondektur memecah lamunan penumpang di kursi-kursi tunggu. “Alappula Alappula Alappula,” loh kok Alappula? Takut salah bus saya tanya ke petugas terminal. “Is this bus going to Alappuzha?” “Yes Alappula” “Alappuzha?” “Yes Alappula”. Duh apa mereka kompakan mengerjai saya hiks. Apa lidah mereka sakit sampai menyebut Alappuzha menjadi Alappula. Setelah memperhatikan penumpang lain beberapa lama saya berani memastikan bahwa Alappuzha di Bahasa Malayalam dieja menjadi Alappula #TelanKamusBahasaMalayalam

Ini kedua kalinya saya naik bus rute jauh di India, sebelumnya saya dibuat takjub dengan sleeper bus rute Bangalore-Munnar. Ekspektasi saya tinggi dong setelah naik bus berkasur begitu. Hancur sudah keinginan saya untuk bobok cantik di dalam bus begitu melihat kondisi fisik busnya yang super aneh. Dudukan kursinya tanpa busa, hanya plastik keras. Jendelanya lebih unik lagi tanpa kaca, jadi berlubang besar gitu. Pelindung satu-satunya semacam bahan dari plastik yang bisa ditarik naik turun dan hanya akan dipasang jika hujan turun. Saya memilih duduk di dekat jendela dan bisa bayangkan wajah gantengku kena angin dan debu sepanjang jalan.

Sepanjang jalan di Munnar pemandangannya begini

Suhu masih dingin dan debu tidak seberapa ketika bus masih melaju di wilayah Munnar, masih semriwing gimana gitu. Tapi begitu keluar Munnar, duh jangan dibayangkan deh betapa panasnya, ditambah banyak debu berterbangan masuk ke dalam bus. Belum lagi harus himpit-himpitan dengan penumpang lain. Sebelah saya lelaki bongsor yang duduknya serakah hingga saya kegencet tak berdaya di sebelah jendela hiks. Tips naik bus ini jangan dandan necis-necis karena dipastikan langsung lecek bin lusuh, dan sangat disarankan untuk tidak memakai bedak tebal, bisa luntur seketika.

Karena tidak bisa tidur, saya terjaga sepanjang jalan dan memperhatikan daerah-daerah yang saya lewati. Bagaimana mau tidur kalau posisinya nggak pewe banget, nggak ada bantalan empuk satupun. Kondisi dan suasana sepanjang jalan tak ubahnya seperti di Indonesia. Karena India Selatan letak geografisnya mendekati garis khatulistiwa jadi wilayahnya terhitung tropis. Panas dan lembab. Hiburan satu-satunya adalah iPod kesayangan, main handphone-pun percuma karena tidak ada paket data untuk sekedar buka sosial media.

Yang mengherankan saya malah banyak melihat gereja dan masjid di sepanjang jalan daripada kuil-kuil Hindu sebagaimana mestinya imej negara India. Bendera partai komunis dan banner kampanye juga bertebaran menghiasi jalanan, sama kayak di sini kalau sedang masa kampanye pasti banyak banner partai mengotori dan menganggu pemandangan. Banyak foto calon pemimpin yang namanya bernafaskan Islam bersanding dengan simbol palu dan arit. Loh bukannya komunis itu dicap atheis kalau di Indonesia? Ah saya nggak mau membahas konspirasi orde baru dan paham ideologi di sini. Nanti saya kelihatan pintar kalau bahas gituan, padahal ngerti juga kagak hahaha. Karena bus melaju dalam kecepatan yang lumayan dan saya malas mengeluarkan kamera jadi malas untuk memfoto banner-banner yang bertebaran tersebut.

Tancap gas pak pir

Bus yang saya tumpangi bukan bus patas jadi banyak berhenti di terminal-terminal kecil, untungnya ngetem di terminal tidak terlalu lama. Sampai di Vaikom supir bus bilang ke satu-satunya turis wanita dalam bus untuk istirahat 30 menit. Pak saya juga turis pak, kenapa saya nggak dikasih tahu T__T saya kan juga kebelet pipis. Wajah dan warna kulit saya memang sudah pas banget untuk membaur dengan warga lokal.

Setelah lima jam berlalu akhirnya bus keparat ini sampai juga di Alappuzha, bokong saya sudah panas dan makin menipis duduk lama di dalam bus. Perut keroncongan tapi saya ingin segera sampai di Kollam jadi saya tidak menyempatkan cari makan. Sujud syukur begitu mengetahui bus ke Kollam berbanding terbalik dengan bus sebelumnya. Busnya bertipe chasis pendek dan berhawa dingin, interiornya seperti bus di Singapura dengan sedikit kursi, atau busway di Jakarta, mirip juga dengan bus Damri terbaru yang ada di Surabaya. Ah saya rela berdiri dua jam jika hawanya dingin begini. Meskipun akhirnya saya dapat tempat duduk juga karena beberapa penumpang turun di jalan.

Arabian Sea

Dua jam tanpa hambatan saya tiba di Kollam sekitar pukul dua siang, total jendral sembilan jam perjalanan. Perut keroncongan dan nggak ada niatan untuk cari makan, saya hanya ingin segera rebahan di hotel. Sialnya saya tidak booking hotel satupun di Kollam jadi dengan menggotong ransel dan cuaca yang terik saya berjalan menyusuri jalanan di kota kecil di Kerala untuk mencari hotel. Lelah berjalan saya mengiyakan saja satu kamar busuk tanpa pendingin udara. Yang penting dekat dengan terminal kapal yang akan membawa saya touring naik kapal selama delapan jam besok. Kalau bukan demi backwater tour yang merupakan highlight wisata di Kerala saya nggak mungkin mengunjungi Kollam yang tidak ada apa-apanya. Wisata orang lokal paling ramai menjelang malam hanya pantai Kollam yang sebelahnya ada taman bermain ala kadarnya. Setelah rebahan dan mandi saya sempatkan hunting sunset di pantai yang menghadap langsung Arabian Sea (Laut Arab) sambil jajan Chili Pakhora sejenis cabe hijau besar yang dilumuri adonan tepung berbumbu dan digoreng minyak panas.

Apa lo liat-liat gue

Dua kali saya posting tentang menderitanya traveling, sebelumnya saya mengeluhkan kursi bisnis kereta api dari Surabaya ke Denpasar. Orang hanya melihat indahnya saja ketika saya posting sebuah foto perjalanan. Tapi mereka tidak tahu bagaimana proses di balik sebuah perjalanan. Meskipun betapa ngenes dan menyiksanya sebuah proses tersebut, saya tetap menikmatinya karena saya memilih cara tersebut. Yakali kalau saya berduit nggak bakalan mau juga naik kendaraan butut dan tidur di hotel busuk. Tapi percayalah traveling itu banyak senangnya daripada susahnya. Tsssaaaahhhhh!!!

Rencanakan perjalanan, segera packing, angkat ranselmu, dan selamat berpetualang! Happy Traveling!

45 KOMENTAR

  1. Aku cukup sekali naik transportasi yg model irit begini hihihi :p. Merinding disko inget trakhir kali naik KA ekonomi dr bangkok siamrep, kursi kayu, panas, jendela kebuka, debu ampun2an, ditambah yg bikin aku mau muntah, ayam dan kambing ikut jd penumpang.. Sejak itu kapok naik transportasi yg meragukan mas :D. Baca ceritamu aja aku lgs geli lg ni bdn :p

    • Naik meragukan itu nggak ada pilihan, satu nggak ada duit buat nyewa yg bener-bener ok, dua memang transportasi publik adanya cuma itu doang wkwkw. Yah mau pegimana lagi 😀

  2. bisnya kayak bis kuno era taun 50an ya *kirakirasih*, klasik gitu
    tapi kursi sopirnya empuk sendiri tuh kayaknya. kesenjangan sosial nih

  3. Waduh….kalo yg ahlinya naik bus lokal aja bilang kalo ini menyiksa, pegimana yg ga terlalu suka naik bis lokal ya??? Aku sih paling menderita waktu itu waktu dari Krui ke Bandar Lampung. ‘cuma’ 7 jam sih, tapi dijejel terus sama kenek yang nongkrong di belakang. Plus ada yang bawa ayam tapi ga pake dus jadi banyak kotoran di lantai. Plus digodain segerombolan pekerja luar pulau sampe ditanyain kalo bule disunat juga apa ngga? *sigh* (waktu itu kepisah duduknya, adam dapet vip di sebelah supir)

    Hey…kamu udah lama ga mampir ke pergidulu….mampir donk 😉

    Adam & Susan
    http://www.pergidulu.com

  4. Setelah kubaca dari atas sampai bawah, aku langsung panas pas dirimu bilang bakal ikutan “backwater tour” ,,, maksudnya yang berlayar dan nginep di kapal unik itu yaaa?

  5. Salut Mas dengan dirimu yang rela bersusah-susah mencoba berbagai moda transportasi. Tapi esensi perjalanannya dapat banget ya, benar-benar berasa bagaimana aslinya transportasi suatu daerah tanpa sugar coating atau apa-apa yang ditutupi kalau ikutan trip yang diselenggarakan instansi lokal #ehem #apasih. Saya mesti banyak belajar supaya bisa tahan banting seperti ini, lha secara naik bus ekonomi dari Surabaya saja kadang masih ketar-ketir, haha.

  6. Ngomongin masalah gak enaknya perjalanan wes terlalu sering ngenes mas…kalau saya yg paling parah banget waktu dari solo ke jakarta naik bis odong-odong, tarif 450 bisnya lebih parah dari sumber grup maupun Mira, ada pendingin udara tapi nggak adem blass….#curhat ..haha

  7. Busnya nggak banget, mas. Wkwkwk, kalau gue sih ogah yah, mending ke tempat lain yang bisa dikunjungi tanpa harus tersiksa kayak gitu 😀
    #backpackermanja

Tinggalkan Balasan ke Rifqy Faiza Rahman Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here