Bertemu Sang Empu-nya Keris

52

Wajib hukumnya bagi pengantin lelaki Jawa menyelipkan Keris di pinggang bagian belakang dengan disertai ronce kembang melati biar tampak gagah ketika melenggang ke pelaminan. Konon katanya rangkaian melati tersebut diinspirasi atas pertempuran Arya Penangsang Adipati Jipang dari Kerajaan Demak Bintaro saat melawan Sutawijaya. Kala itu usus Arya Penangsang terburai keluar perut yang dililitkan ke pinggang bersandingan dengan senjata keramat Keris Kyai Kober miliknya. Fatal akibatnya ketika keris dicabut dari warangkanya langsung memotong usus Arya Penangsang dan tewas. Buraian usus itulah yang menginspirasi pengantin-pengantin di Jawa untuk melilitkan ronce kembang melati sebagai pengganti buraian usus serta sebagai pengingat betapa gagahnya Arya Penangsang ketika bertempur. Nyatanya pengantin sekarang tidak memakai keris yang sebenarnya, keris dengan ronce kembang melati tapi begitu gagang kerisnya ditarik isinya kosong melompong. Pertanyaannya sekarang adalah kapan saya bisa memakai pakaian adat Jawa lengkap dengan keris di pinggang dan duduk di pelaminan ditemani seseorang yang istimewa? *Dikeplak*

Mbah Sungkowo kiri, Pak Wiji guide Desa Wisata Malangan kanan

Selain Keris Kyai Kober milik Arya Penangsang yang sakti mandraguna, di Jawa banyak sekali keris keramat lainnya seperti: Keris Naga Sasra Sabuk Inten, Keris Pusaka Kala Munyeng milik Sunan Giri, Keris Pusaka Kyai Condong Campur, Keris Kyai Sengkelat kepunyaan Brawijaya ke-5, dan Keris Mpu Gandring. Yang terakhir memiliki kisah tragis yang tertuang dalam Serat Pararaton. Diceritakan Mpu Gandring yang merupakan Mpu sakti pada zaman tersebut diminta Ken Arok yang merupakan pendiri Kerajaan Singosari memesan keris kepada Mpu Gandring untuk membunuh majikannya yaitu Tunggul Ametung sang penguasa Tumapel. Karena keris pesanannya tidak kunjung selesai, Ken Arok marah dan membunuh Mpu Gandring dengan keris setengah jadi tersebut. Sebelum tewas Mpu Gandring mengutuk Ken Arok bahwa tujuh keturunannya akan tewas menggenaskan di bilah keris buatannya. Dari sekian keris-keris keramat tersebut tidaklah diketahui bentuknya seperti apa dan sekarang ada di mana. Apalagi Serat Pararaton dikatakan hanya sebatas ahistoris dan ceritanya bersifat mitologis.

Keris memang sudah mengakar di budaya Jawa, tahun 2008 UNESCO mengukuhkan keris sebagai  Intangible Cultural Heritage of Humanity atau Budaya Takbenda Warisan Manusia. Menurut awal sejarahnya keberadaan keris di Jawa dipengaruhi oleh kebudayaan Dongson di Vietnam pada zaman perunggu sekitar tahun 300 SM yang kemudian menyebar ke Asia Tenggara. Teori lain dipengaruhi oleh belati dari India. Penelitian Raffles mencatat bahwa keberadaan keris di Jawa mulai muncul pada abad 12 pada masa Kerajaan Majapahit. Banyak relief-relief candi yang menggambarkan keberadaan pandai wsi (besi). Salah satu contohya adalah relief Bima, Ganesha, dan Arjuna yang digambarkan menjadi pandai wsi (besi) di Candi Sukuh di Jawa Tengah. Relief Candi Jago di Malang juga menceritakan tentang tukang tempa tersebut. Pandai besi memang bisa membuat segala macam perkakas rumah tangga dan peralatan pertanian, tapi seorang pandai besi belum tentu bisa membuat senjata keramat, keris. Hanya orang-orang istimewa dengan ilmu mumpuni yang bisa membuat sebilah keris bergelar Empu.

Di Desa Wisata Malangan di Sleman, Yogyakarta, saya dan Geng Piknik #EksplorDeswitaJogja bertemu dengan Mbah Sungkowo Harumbrodjo yang merupakan Empu pembuat keris. Tidak sembarangan, beliau adalah keturunan ke-17 dari Empu Tumenggung Supodriyo, seorang pembuat keris pada abad ke-13 pada masa Kerajaan Majapahit. Bapak Mbah Sungkowo sendiri adalah Mpu Djeno Harumbrodjo yang merupakan Empu kebanggaan Keraton Yogyakarta. Bisa dibilang kalau pekerjaan membuat keris adalah pekerjaan turun temurun dalam keluarga Empu Sungkowo. Tapi tidak semua ahli waris bisa membuat keris dan bergelar Empu. Telah banyak penghargaan yang diterima oleh Mbah Sungkowo dari berbagi instansi dan sering ikut pameran kemana-mana.

Rombongan kami diantar oleh guide dari Desa Wisata Malangan yaitu Pak Wiji menuju rumah Mbah Sungkowo. Baru kali ini saya bertemu dan bersalaman langsung dengan seorang Empu. Sosok yang selama ini hanya saya dengar dan baca dari cerita zaman kerajaan. Saya pikir seorang Empu di zaman sekarang sudah punah. Lagipula siapa yang masih membutuhkan keris pada saat ini? “Yang pesan banyak, dari dalam negeri dan luar negeri juga banyak,” ujar Mbah Sungkowo. Daripada untuk menusuk dan membunuh orang, keris sekarang lebih berfungsi untuk meningkatkan kepercayaan diri dan spiritual kepada pemiliknya. Dalam falsafah Jawa seorang ksatria yang paripurna sepatutnya memiliki Wisma (Rumah), Wanodya (Wanita), Turangga (Kuda), Kukila (Burung Peliharaan), Curiga (Senjata). Memiliki sebilah senjata keris akan meningkatkan derajat seseorang, begitu anggapannya. Apalah saya yang tidak mempunyai semua itu, keris jelas saya nggak punya, rumah masih numpang orang tua, kuda besi (motor) buluk yang kadang distarter nggak bisa, makan untuk sendiri saja masih susah masak mau pelihara burung, apalagi wanita? Sudah jangan tanya! Yang bisa saya banggakan dan pamerkan hanya foto plesiran saja.

Siapapun boleh memesan keris ke Mbah Sungkowo, mulai dari petani yang ingin hasil panennya melimpah hingga politikus yang ingin sukses dalam pilkada. “Setiap orang berbeda tujuan sehingga berbeda pula pamornya, untuk membuat sebilah keris yang berisi (yoni) juga harus disesuaikan dengan weton si pemesan,” terang Mbah Sungkowo. Di dinding ruang tamu terpajang motif atau pamor-pamor keris tapi saya nggak bisa mengingat satupun namanya. Foto yang saya ambil pun kurang begitu jelas jadi tidak terbaca nama sebuah pamor. Saya kagum dengan pamor atau motif sebuah keris, menggambar di sebuah kertas saja susah bagi saya, lah ini sebuah motif yang indah terpatri sempurna di sebilah keris yang terbuat dari baja keras.

Besi tua seperti bekas rel sepur zaman Belanda, nikel, dan batu meteor adalah bahan yang bagus untuk membuat sebuah keris. Entah darimana Mbah Sungkowo mendapatkan batu meteor, saya kurang tahu. Terkadang ada yang minta dilapisi emas juga. Saya gemetar mengetahui berapa kocek yang harus dikeluarkan pemesan untuk menebus sebilah keris. Paling murah bisa buat beli sepeda motor terbaru dan itu keris paling biasa. Entah untuk keris yang luar biasa berapa harganya, saya nggak berani membayangkan.

Mbah Sungkowo menerangkan untuk membuat keris tidak sehari dua hari, tapi bisa memakan waktu paling cepat enam bulan dengan laku tirakat dan sesaji. Beliau menerangkan tahap demi tahap dan saya hanya bisa mengangguk tanda tidak mengerti, duh terlalu rumit bagi saya. Secara garis besar besi dibakar dan ditempa berulang-ulang, kemudian dibentuk luk atau lekukan pada keris, dikikir dan disepuh, terakhir direndam dalam minyak kayu cendana. Sayang saat kedatangan kami beliau sedang tidak ada pesanan. Selain tidak ada pesanan, ada pantangan hari tertentu yang tidak memperbolehkan memproduksi keris. Jadi jika ingin melihat proses pembuatan keris secara langsung bisa menghubungi sekretariat Desa Wisata Malangan di bawah ini:

Desa Wisata Malangan
Alamat: Malangan, Sumberagung, Moyudan, Sleman, Yogyakarta
Nara Hubung: 082137223912 (Andri), 087839728330 (Bpk. Wiji), 085743300969 (Janu)
Instagram: @desawisata_malangan

52 KOMENTAR

  1. tulisane apik. disambung2kan sama falsafah jawa yang aku baru bener2 ngerti. hehe.
    Aku jg penasaran, dapat darimana ya batu meteor. Pas mau tanya kok lupa terus.
    Dan keris di sini termasuk laris. Cara masarkannya itu lho. Via online jg. Tak kira para empu itu hanya menerima pesanan dari org lokal saja, karena memang terkendala pengenalan pembuatan dan pemesanan. Tapi malah sampai luar negeri ya. Malangan ini memang banyak potensi, iki sebagai bahan contekan! haha
    Sayang bgt pas ke sini g bisa melihat proses pembuatannya. Padahal pengen video pas percikan apinya.

    • Nah aku juga ngincer percikan apinya hahaha. Ayo kita kemon janjian lagi sama Pak Wiji dan Dek Aya buat lihat pas prosesnya hehe. Eh serius dipasarkan via online? Waduh aku miss informasi yang ini 🙁

      Hayo kowe wis duwe Wisma, Wanodya, Turangga, Kukila, Curiga durung?

  2. Lha ternyata mas alid ki pinter cerita sejarah. Lagi reti akuu *manggut-manggut

    Mbah sungkowo juga cerita kalau kunci kelancaran pembuatan kerisnya ituu selain tirakat dan sebagainya adalah: sabar dan sedekah. Dukungan tetangga sangat penting, jadi sebelum pembuatan keris minta izin, doa bersama, sedekah tetangga² rumah.
    Emosinya ga boleh labil. Harus tenang.
    Mauuu lagi ke sini 🙂

  3. Nunggu informasi dari pak Wiji kapan pas pembuatan kris itu dilakukan. Sepertinya akan lebih menarik lagi kalau kita mengikuti dari acara sesajian sampai saat menempa besi mejadi keris.

  4. Relief Candi Jago yang menggambarkan kegiatan pandai besi itu yang di sebelah mana, Mas? Menarik nih buat dilihat dan didokumentasikan, hehe.
    Kedudukan keris, pandai besi, dan kegiatannya dalam budaya Jawa memang vital sekali ya. Pembuatnya bahkan diberi gelar “empu”. Padahal menurut sebuah buku, menurut kitab Agama Adigama dan Slokantara di India sana profesi pandai besi dilakukan oleh orang-orang yang punya status sosial paling rendah, lebih rendah dari sudra. Mungkin karena pekerjaan pandai besi ini asalnya dari budaya prasejarah yang lebih tua ya (Dongson, sebagaimana penjelasan di atas) makanya bisa berbeda ketimbang di India sana.
    Terus terang jadi makin penasaran soal proses pembuatan keris dan ritual-ritual yang harus dilaksanakan. Memperbandingkannya dengan budaya Pande di Bali masa kini pun menarik supaya kenal apa yang berubah dan apa yang tetap. Tulisan yang memperkaya Mas, super banget!

    • Wah susur saja sudut demi sudut Candi Jago, nanti juga ketemu ahha. Sama seperti di India, di Jawa yang menganut sistem kasta pun menganggap pandai besi adalah kelas rendahan. Tapi tidak semua pandai besi bisa membuat keris dan bergelar empu. Mungkin ada pengecualian di situ. Dongson kan dianggap peradaban pertama di Asia yang menyebarkan penggunaan perunggu. Mampirlah om ke Malangan kalau ke Yogyakarta. Itu ada kontaknya, jangan sampai kecele, sudah ke sana eh nggak bisa lihat langsung pembuatannya.

      • Haha, iya Mas nanti saya susuri foto-foto reliefbCandi Jagonya, kebetulannadal mungkin ada di relief Tantri di bawah, ya. Tapi mungkin juga ada di bagian yang belum diketahui jalan ceritanya itu, ya? Jadi penasaran betulan, haha.
        Iya ya, di awal kemunculannya budaya perunggu dipakai untuk benda-benda religi, dan keris merupakan pengembangan dari bentuk candrasa itu ya. Sip Mas, terima kasih informasinya, hehe.

  5. Paragraf awale cahhhh 😀 :-D. Cerita sejarah e kurang komplit, ditambahi kisah Mataraman donk. Hahaha.
    Bener nih kemarin belum puas ambil gambar di Padepokan Keris e Pak Sungkowo. Kepingin mbaleni maneh. Yokk cari waktu piknik bareng lagi. 😀

  6. Simbah juga punya keris di rumah, tiap malam selasa dan kamis kliwon selalu dibakarkan sesaji kemenyan. Cuman karena simbah sudah sakit tua, akhirnya keris itu dititipkan pakde saya. Dulu waktu menikah sempat ditawari keris itu untuk dipakai tetapi saya ndak berani. Yang sering pakai malah bapak saya soalnya abdi dalem keprajan. Kalau mau lihat pembuatan keris secara singkat biasanya kraton yogya menggelar semacam mini workshop cara membuat keris tapi ya biasanya cuman pas sekaten saja. Deket rumah juga ada mpu yang katanya terkenal, daerah jalan Samas, Bantul kalau tidak salah.

    • Wiuwwww menarik, Empunya bisa dikunjungi orang umum nggak hehehe. Kemarin juga Empu Sungkowo bilang kalau peralatannya lagi di kota Jogja buat pameran gitu. Saya saya nggak berani pegang satupun keris yang di sana haha

  7. Mas iparku khan bapake dalang, dadi dee nduwe keris tenanan. Aku tau nemu keris cilik ndik omah. Ndik tempat tersembunyi. Langsung kaget aku. Soale diriku rodok wedi karo bab bab ngonowi hahah.

    Lagi ngerti nek nggawene sampe berbulan2 dan harganya sampe berpuluh2 jut yaaah. Wow.

    *keris cilik ndik omahku kui pirang jut ya regane? Jrenh jreng jreng*

  8. Aku jd agak bingung krn kerisnya diminta utk menang pilkada, hasil panen melimpah, itu kalo dlm islam bukannya termasuk musyrik ya mas? Ah tp susah yaa, kdg budaya dan agama memang ga berjalan seiring 😀

    • Nah gak usah bingung bude 🙂 jangankan keris, petilasan orang-orang yang dianggap sakti atau dimuliakan saja penuh dengan orang minta sesuatu ehehe. Menjelang ramadan dan hari raya kuburan juga penuh ehehehe. Nggak bisa dipungkiri masih banyak orang yang Kejawen. Orang Islam pun banyak yang menggunakan azimat-azimat yang dianggap punya kekuatan spiritual. Untuk sesaji sendiri mbah Sungkowo pun disedekahkan kepada tetangga sekitar. Saya angkat tangan kalau urusannya sama kepercayaan bude. Anggap saja keris adalah bagian dari budaya kita, urusan sakti dan musyriknya silahkan kembalikan ke masing-masing.

  9. Sejujurnya, saya baru tahu filosofi ronce kembang melati itu asalnya dari buraian usus, dan kisah itu juga saya baru tahu. Membayangkannya pun ngeri. Lalu kapan sampean ngirimi aku undangan walimatul ursy 🙁

    Sayang sekali ya kita belum beruntung menyaksikan proses pembuatan keris di dapurnya, yang dinanti-nanti yapercikan-percikan yang kayak kembang api itu hehehe. Kapan diagendakan iki, colek mas Hannif 😀

    Tapi bagaimana pun, Empu Sungkowo ini kelihatan berwibawa banget, gaya bicaranya tidak meledak-ledak, kalem.

    • Sesungguhnya karena emakku tukang rias manten jadi tahu sedikit begituan ehehehe. Emakku suka nyebelin kalau habis rias manten, suka bawain kembang melati buat anaknya yang ganteng ini biar cepet ketularan. Suwal huvt.

      Iya sayang sekali, kita harus balik lagi ke sono demi percikan api haha. Dan memang Empu Sengkowo kalem dan berwibawa kayak saya 🙂

  10. kakek saya juga masih menyimpan Keris peninggalan leluhur, bahkan kelak akan turun temurun pada anak laki-laki pertama nya, akan tetapi itu hanya di simpan tanpa adanya ritual khusus untuk merawatnya. cukup dibersihkan saja …. katanya sih sudah 4 keturunan #KataKakek

  11. Dulu di palembang juga banyak masih orang2 yang menyimpan keris, skrang sudah tergeser jaman sudah mulai tak terlihat lagi, kalaupun ada pasti hanya orang2 tua jaman dulu #miris

  12. katanya keris yang lama itu ada jiwanya, makanya ahrus dicuci dan didoain seperti keris yang ada di kesultanan, bener gak ya

  13. saya pengen punya keris, yg bentuknya bagus, syukur2 sakti, haha, tapi yang terpenting bisa digunakan setiap hari kamis pahing di kantor

    • Ciye kamu penggemar alidabdul.com baru ya? Ciyeee coba deh kamu baca postingan-postingan lama, klo ada fakta sejarah pasti aku sisipin, dan maaf-maaf saja, selain ganteng aku itu pinter. Sekian!

  14. Berarti empunya emang dah maestro ya, menuhin segala macem keinginan pelanggan mulai dari petani, politikus, usahawan, dll…
    Ukiran di keris ternyata juga susah, aihhh aku jadi penasaran berapa lama ya seorang empu bisa menghasilkan karya yang diprediksi bisa punya tuah gitu ke kehidupan seorang…berapa lama kira2 mertapane huahahha

    O aku baru ‘dong’ alias mudeng yen bahasa sangsekertane senjata itu curiga
    Jadi keinget pelajaran pepak bahasa jawa di smp ni

    Yang bahan bakunya ada lapisan batu meteor ama emas lagi, pesti daya jualnya tinggi tuh

  15. wah
    lahir sebagai orang jawa belum tentu tau kisah ini, terutama saya yang sejak bayi sampai gede di Kalimantan..dan kayaknya kalau di Kalimantan orang-orang jawa pas nikah udah nggak pakai keris lagi deh..mungkin susah kali ya nyari keris, apalagi yang nikah campur, misalnya melayu dan jawa atau yang lainnya, acara pernikahannya malah jadi modern, hehehe lupa adatnya..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here